SAYA, Karina Yuwangsa, sudah tidak tahan lagi dengan semua ini!
Suami saya, Tristan, belakangan ini sangat sibuk! Bukan, bukan hanya sibuk kerja. Tapi juga sibuk jalan-jalan dengan wanita lain. Perempuan itu adalah teman masa kecilnya, Giana.
Selingkuh? Iya, pasti begitu bukan? Tapi apalah hak saya? Saya haya istri yang terpaksa dia nikahi karena kecelakaan yang kami lakukan.
Oh, bukan, bukan! Bukan berarti saya cemburu atau mencintai dia! Saya hanya merasa sedang benar-benar bodoh karena harus terjerembab di antara hidup dan mati. Hidup menjadi istri Tristan itu seperti berdiri di atas kayu tipis dengan leher terikat tali di antara lembah dan gunung merapi! Tapi mati kan juga butuh keberanian! Saya takut kalau bunuh diri dan tidak bisa reinkarnasi jadi manusia lagi bagaimana? Mending saya tahan diri tetap hidup sambil berharap suami saya dan wanitanya itu tenggelam saat mereka lagi ciuman di pantai Ancol!
Bayangkan saja saya di rumah, seorang diri, mengurus rumah, mengurus anak! Sedangkan dia? Dia lagi menemani wanita pujaannya belanja di Plaza Senayan! Jadi babu nenteng-nenteng tas belanjaan perempuan yang dia sukai itu! Jadi juru bayarnya di setiap butik ternama di Central Park! Terus jadi jongos tukang pesan makanan di kafe Kemang!
Apa?! Saya!? Maaf, Mas, Mbak, suami saya tidak pernah manjaain saya! Suami saya mana pernah ajak saya honeymoon ke Balkan, Hawai, atau ke manalah itu! Eh, jangankan honeymoon, kencan berdua dan makan es cendol di PKL pinggir jalan saja tidak pernah, atuh!
Seribu kata 'andai' saya panjatkan loh! Andai dia dulu bilang ke saya kalau dia itu suka dengan wanita lain! Kenapa tidak langsung bilang saja pada saya?! Pakai acara sok bertanggungjawab mau menikahi saya segala!
Daripada makan hati menikah dengan dia, kalau tahu begini kan saya bisa besarkan anak saya sendirian! Apa lebih baik saya cerai saja ya?! Iya? Biar suami saya itu tidak perlu sembunyi-sembunyi pergi dari rumah seperti kemarin?! Biar dia puas sesuka hati mau ke mana saja dengan wanita lain tanpa seijin saya! Iya, loh! Suami saya tengah malam kemarin diam-diam keluar rumah! Nah, kan! Saya juga tidak tahu buat apa dia keluar rumah. Biasanya dia nggak pernah ke kantor tengah malam. Suami saya selalu menginap di kantor bahkan kalau dia merasa butuh. Aneh bukan? Aneh sekali sampai tiap dia ngomong sama saya, saya selalu judesin!
Bukannya saya mau membandingkan ya, tapi saya juga cantik, kok. Kata ayah saya (yang memang wajib dan harus) bilang saya wanita paling cantik setelah Ibu saya! Saya juga menarik! Saya pintar! Saya bahkan sekarang rencananya mau bekerja lagi buka usaha! Saya mandiri yang bisa sangat menyenangkan! Jadi sepertinya saya bisa, deh, mendapat suami yang lebih dari suami saya yang sekarang! Tuh, Keenan saja mau jadi teman saya! Cowok seganteng dia dan sebaik hati dia nyaman berada di dekat saya! Itu sudah salah satu bukti kalau saya pasti bisa mencari pria yang lain!
Maaf, apa kamu bilang? Pudar? Cinta suami saya pudar kepada saya?! Oh, kayaknya Mas dan Mbaknya, salah paham, deh! Suami saya itu nggak mencintai saya. Saya tadi sudah bilang kan kalau pernikahan kami itu terpaksa? Jangankan kata cinta. Dia nggak pernah satu kalipun bilang suka sama saya. Atau suka dengan cara saya senyumlah. Suka bibir sayalah. Apapun itu dia nggak pernah! Jadi jangan harap ada kata 'cinta kamu' keluar dari bibirnya. Kalaupun keluar betulan, mungkin itu untuk mantan pacarnya Gia. Gia itu kan—
"STOP! STOOOP! KARINA, STOP!" Frida mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Wajahnya kelelahan, seperti air bak yang terkuras habis. "Sampai kapan, sih, lo terus-terusan mau bahas Tristan dan Gia mulu, Kar?"
Saya menggeplak meja kafeteria gedung YS Media, tempat kami saat ini sedang makan. "Sampai saya puas!" seru saya.
"Dan tolong berhenti sok formal pakai saya-sayaan!" seru Frida sambil ikut-ikutan menepuk meja. "Jam tayang sinetron rumah tangga lo sudah habis, Kar! Sekarang lagi jam makan siang gue di kantor! Lo serius mau gerundelin gue tentang naskah reality show rumah lo yang satu adegannya 100 halaman, hah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"