Plan 46 : DI MANA AKU BERPIJAK, DI SITU TRISTAN KAN KABUR

9.7K 1.1K 141
                                    


"MAAF, sepertinya saya harus balik ke Jakarta besok malam."

Ucapan Tristan mengagetkan kami semua yang baru saja duduk di boat. Boat ini akan menyeberangkan kami dari pelabuhan Sanur ke Nusa Lembongan. Ibu baru saja membahas ulang perjalanan wisata kami tiga hari ke depan. Dia pun bertanya pada Tristan yang duduk di sebelahnya, apakah Tristan akan suka destinasi-destinasi itu. Sayangnya begitulah jawaban yang Tristan berikan. Bahwa dia tak akan menyanggupi dan harus balik ke Jakarta. Dan dari Jakarta dia akan pergi perjalanan bisnis ke luar kota.

"Besok banget, Tris?" Aku yang duduk di barisan depan Tristan berdiri dan menoleh ke belakang. Ibu, Troy, dan Tristan duduk di satu deret kursi.

"Besok," Tristan mengangguk, "Aku bisa naik boat sendiri besok ke Denpasar. Kamu lebih baik lanjutin liburan dengan yang lain, Karina."

Suami tolol! Aku kan juga ingin temani kamu! Masa dia tidak mengerti, sih?!

Padahal Tristan kan baru saja datang pagi ini! Eh, belum ke mana-mana sudah langsung balik lagi! Yah, tapi namanya juga Tristan. Bukan Tristan namanya kalau tidak sibuk.

Ombak mulai mengocok perut kami ketika boat mulai mengarungi laut. Dari belakang, di antara bunyi debur ombak dari luar jendel boat, samar-samar kudengar Tristan menjelaskan sekilas pada Ibu mengenai pekerjaannya.

Sesekali aku berdiri dan menoleh ke belakang. Troy duduk anteng di tengah mereka. Aku khawatir Troy mabuk laut. Ini pertamakalinya dia melakukan perjalanan laut.

Namun ternyata selama lebih dari lima belas menit terombang-ambing, bukan Troy yang muntah. Tetapi Gia. Gia duduk sederet dengan Sasha dan Henri. Persis di seberang Tristan. Jadi ketika Gia muntah-muntah di kantong plastik hitam, Tristan cekat membantunya.

Sasha membantu menangkan Gia. Suamiku bahkan juga ikut menepuk puggung Gia. Tristan terlihat agak spaning daripada Sasha yang duduk tepat di sebelah Gia.

Setelah muntah Tristan menyodorkan Gia tisu pemberian Ibuku. Gia mengambil, menyeka mulutnya. Tidak hanya itu, Tristan juga memberikan air minum pada mantannya itu. Tapi Gia menolak.

Aku daritadi menontoni mereka. Tapi tidak nafsu untuk menegur. Tidak juga untuk membantu Gia. Karena suamiku sudah melakukan semua perhatian yang bisa diberikan.

Kepada wanita lain.

Cemburu? Ada. Tapi aku yakin itu hanya perhatian kecil untuk seorang teman.

Cemburu itu sangat subyektif. Jadi sebenarnya aku sendiri masih bingung apakah yang kurasakan ini cemburu ataukah khawatir karena takut Tristan bisa kembali jatuh cinta dengan Gia? Atau percampuran dari keduanya? Argh!

Perhatian Tristan kepada Gia tak sampai sana saja. Justru makin menjadi-jadi.

Saat kami sudah tiba di pesisir pantai Nusa Lembongan, Tristan turun lebih dulu dari boat. Dia tidak langsung menuju daratan, Tristan malah membalikkan badan ke arah Boat, seperti menunggu seseorang.

Aku tersenyum senang. Dia pasti menungguku. Aku tidak sabar ingin cepat-cepat dapat giliran turun dari sini!

Tapi rupanya aku terlalu gede rasa. Tristan ternyata sedang menunggu Gia yang berbaris tiga orang di depanku. Gia keluar dari boat lebih dulu. Tristan mengulurkan tangannya pada Gia. Gia menerima bantuan dari Tristan. Lalu setelah Gia turun dari boat yang bergoyang-goyang karena ombak ini, mereka bersama-sama pergi meneduh di pesisir teduh di bawah pohon.

Lah? Terus aku? Aku bagaimana? Aku kan istri kamu?! Kamu tidak tolong aku juga?!

WAH, PARAH ITU COWOK! Kenapa, sih, tidak ada tsunami khusus mereka berdua supaya mereka lenyap dari pantai indah ini?! Menganggu pemandangan saja, deh!

EXIT PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang