"SEPERTI keluarga," Suara Tristan kalah dengan gemuruh penonton ketika lomba makan kerupuk dimulai. Kusembunyikan eskpresiku yang terenyuh saat mendengar jawabannya. Aku coba fokus memvideokan Troy. Kusorakkan kata-kata penyemangat. Kuharap Troy bisa dengar. Putraku itu menjulurkan kepalanya ke atas, membuka mulutnya lebar-lebar menggapai kerupuk yang menggantung dengan tali rafia. Aku tergelak melihat aksi menggemaskan Troy dan kerupuknya yang mengayun-ayun.
Tristan sadar aku tidak ingin membicarakan hal itu sekarang. Dia menghadapkan tubuhnya ke depan, ikut memberi dukungan pada Troy. Senyumku pudar sejenak setelah aku bebas dari perhatian Tristan.
'Seperti keluarga'? 'KELUARGA', kata kamu?!!
Heh, suami bangs*t! Makan, tuh, 'seperti keluarga'! Berani-beraninya predator sialan seperti kamu mengatakan itu setelah ketahuan berduaan semalaman di kantor dengan mantan pacar, ya! Tidak perlu pasang tampang sok polos di depan aku! Aku tahu jauh dalam hati pasti kamu merasa bersalah padaku dan Troy karena diam-diam berselingkuh kan? Makanya kamu datang ke sini seakan-akan bisa mengurangi rasa bersalah kamu!
Oh! Atau jangan-jangan sebetulnya kamu tak merasa bersalah? Kamu sebetulnya hanya kesepian karena permainan rumah-rumahan kecil kita seminggu lalu sudah berakhir? Apa jangan-jangan aktingku minggu itu sudah cukup untuk membuat kamu jatuh cinta sama aku?
Tapi itu tidak mungkin! Kalau Tristan jatuh cinta padaku, dia tidak mungkin masih suka berkeliaran memanjakan teman masa kecil plus mantan pacarnya itu! Kalau Tristan benar-benar jatuh cinta padaku, logikanya, dia pasti selalu ingin bersamaku. Bahkan dia akan memanggilku ke kantornya untuk bermesraan dengan aku. AKU! Bukan wanita lain!
Tapi kenyataannya? Kenyataannya dunia ini tidak selalu menghasilkan rasa manis dari setiap jerih usaha. Aku yang ingin membuatnya jatuh cinta padaku! Tapi dia malah di kantornya semalaman dengan Gia!
Apakah rasanya sakit? Tidak! Aku tidak sakit! Sakit hanya akan aku rasakan bila aku mencintai Tristan. Tapi aku tidak akan merasa sakit! Dia tidak bisa membuatku merasakan sakit! Maaf saja, tapi bukan levelku sakit hati karena Tristan! Yang kurasakan lebih tepatnya adalah rasa lelah karena usahaku ternyata tidak membuahkan hasil. Tak lebih!
Aku menontoni Troy. Kerupuk di gantungannya tinggal segigit. Aku menyerukan puluhan kata semangat sambil menggoyangkan tangan ke atas agar Troy sadar aku di sini. Pemenangnya sudah ditentukan saat seorang balita perempuan berhasil memakan habis kerupuknya lebih dulu di antara peserta lain. Waktunya sedetik lebih cepat dari Troy yang menyabet juara kedua.
Meninggalkan Tristan, aku menghambur ceria ke tempat Troy. Kuangkat tangan, meminta high five dengannya. Troy tersenyum unjuk gigi. Dia memberikan aku tepukannya.
"Troy," Tristan menghampiri. Dia menyamakan tingginya dengan Troy. "Mau fotoan sama Papa nggak?"
Troy angguk kencang. "Mau!"
"Karina," Dia merangkul Troy, "Minta tolong fotoiin aku sama Troy, bisa?"
Aku tersenyum getir. Kuambil foto mereka berdua. Aku juga mau foto dengan Troy!
Baru saja aku akan meminta giliran fotoku pada Tristan, tapi tahunya pria itu malah menggandeng Troy, "Troy, kita ke sana, yuk." Mereka pergi tanpa aku.
Loh, loh, loh! Anakku mau dia bawa ke mana?!
Pada perlombaan berikutnya, dan berikutnya lagi, Tristan terus-terusan membawa Troy bersamanya. Dia memonopoli putraku. Mereka berkeliling tanpa mengindahkanku.
"Troy, kita ke san—" Tapi Tristan malah membawa putraku ke arah sebaliknya.
"Troy, mau minum nggak?" Aku menyodorkan anakku segelas air minum kemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"