AKU akan kembali meniti karir. Ya, Karina Handoko akan kembali, para pemirsa!
Setelah galau berkepanjangan, ratusan jam merenung, dan sejuta pertimbangan, aku memutuskan akan kembali bekerja. Puncak keputusan ini sesungguhnya baru saja terjadi. Tadi, saat aku berkeliaran sendirian di dalam mall.
Bukan, keputusanku ini bukan karena kecemburuan setelah melihat para budak korporat yang nongkrong di mall setelah pulang kerja. Keputusan ini kumantapkan justru setelah melihat petugas kebersihan mall yang sedang duduk beristirahat.
Abstrak bukan?
Petugas itu seorang wanita. Dia mengenakan seragam dan kelelahan setelah mengepel lantai mall yang sebetulnya tidak kotor sama sekali. Pada saat duduk minum air kulihat dia terlihat bosan. Barangkali, seperti itulah eskpresiku ketika aku di rumah, tidak punya kegiatan setelah mengantar Troy pergi ke sekolah.
Aku malah lebih suka melihat ekspresi ambisius petugas itu saat mengepel, mengerahkan fokusnya untuk membersihkan beberapa petak ubin lantai.
Dari petugas itu dan dari pengalamanku aku pun belajar. Kalau waktu luang itu bagai pisau bermata dua.
Iya, baik, kalau waktu luang dipakai untuk belajar memasak atau bahasa baru.
Nah, kalau malah kepincut cowok berondong di hypermarket dan malah caper bagaimana? Bahaya! Jangan, deh! Jangan ditiru! Aku saja kapok! Lesson learned banget!
Dari Keenan dan obsesiku dengannya aku belajar banyak hal. Salah satunya adalah : Carilah pengalih perhatian sekaligus pengisi waktu luang yang baik kalau tidak mau terkena zonk!
Apalagi kalau mau mengisi waktu luang bersama laki-laki. Kalau hubungannya terarah, thanks god. Tapi kalau tidak? Ini mungkin akan sangat merugikan. Khususnya bagi wanita yang sudah menikah, sepertiku. Kecuali kalau kalian berencana mencari selingkuhan. Ups.
Sudahlah! Pokoknya aku sudah belajar! Dan aku hanya ingin membagikan sekelumit pesan moral yang kudapatkan dari 'Keenan, my obsessive experience'. Semoga bermanfaat!
Kembali ke laptop, seperti yang sudah kukakatan sebelumnya, aku akan kembali berkarir. Tapi aku tidak akan melamar ke perusahaan manapun. Akulah yang justru meminang beberapa sejawatku, terutama yang lebih senior. Kulobi mereka yang tertarik untuk membuka firma bersama. Kalau tidak bisa full-time, maka kutawarkan part-time, bahkan freelance.
Pengembangan firma business growth, marketing, dan branding konsultan yang akan kudirikan bersama teman bisa dilakukan secara bertahap. Toh, juga saat ini 60% fokusku masih untuk mengurus putraku yang masih tiga tahun. Selain itu aku dan rekan masih harus meraba-raba segmen pasar klien. Rencananya firma kami nanti akan membuka dua jenis layanan untuk pasar berbeda. Satu untuk perusahaan yang berpenghasilan di atas 10 miliar dan di bawahnya. Tapi itu baru rencana. Kami bahkan juga harus mulai memikirkan nama, perijinan, sewa kantor atau beli tanah dan bangun kantor, interiornya, dan masih banyak lagi. Estimasi kasarnya, bila semua berjalan lancar, mungkin akan membutuhkan dua sampai tiga tahun sampai bisnis ini matang dan siap dijalankan.
Sekarang ini aku sedang melakukan kalkulasi di meja makan, meriset perijinan firma dengan info yang kudapatkan dari teman-temanku. Ibu, Ayah, dan Troy belum kembali dari rumah Mama Tristan. Mereka sempat menelpon tadi, menyuruhku datang ke sana untuk menengok Sasha yang sedang dipingit di hari terakhirnya alias tidak boleh keluar rumah.
Tapi hari sudah makin malam, jalanan macet, dan rumah Mama Tristan ada di Bintaro, jauh dari rumah kami. Aku dan Sasha juga saling mengirim pesan hampir setiap hari. Lagipula besok kan sudah hari H. Proses pemberkatan akan di mulai pukul sepuluh pagi. Bajuku, Tristan, dan Troy sudah rapi tinggal pakai. MUA-ku dan tetek bengek lainnya juga sudah siap. Jadi tidak ada alasan bagi kami untuk kelimpungan malam ini karena besok setelah berdandan kami bisa langsung menuju gereja.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"