Plan 16 : SUAMI VS. (GEBETAN) VS. AKU

10.3K 1K 80
                                    



"MBAK Karina, ayo ikut makan, Mbak!"

"Iya, sini, Mbak Kar."

"Mbak Karina!"

Beberapa karyawan semangat menyambutku yang baru saja tiba di restoran lokasi gathering. Acara keakraban ini dihadiri lebih dari enam puluh karyawan Lawson & Yan dan beberapa tim konsultan Yuwangsa Holding. Aku tidak bisa hadir lebih awal. Pertemuan orangtua di playgroup Troy dalam rangka persiapan lomba HUT sekolah bertabrakan dengan acara gathering. Aku sudah meminta bantuan staff HRD kedua perusahaan untuk memback-up selama aku pergi. Ternyata pertemuan orangtua baru selesai pukul sebelas siang. Ditambah macet, alhasil aku baru tiba pukul satu siang di restoran ini. Syukurnya acara makan bersama berjalan lancar. Walau aku baru datang saat mereka sudah selesai makan.

Aku menghampiri beberapa meja dan menyapa para karyawan.Salah satu meja yang kudatangi tentu saja meja Keenan dan kawan-kawannya. Hari ini Keenan nampak sangat ganteng seperti biasa. Ya Tuhan, serius deh kenapa sih cowok satu ini makin hari gantengnya makin jadi saja? Aku jadi ingin memeluknya!

Kulihat Pak Yandi duduk satu meja dengan Tristan. Setelah mendapat asupan energi dari senyum Keenan, aku pun beringsut ke meja mereka.

"Maaf saya terlambat," Aku duduk di kursi kosong sebelah Tristan. Kujelaskan alasan keterlambatanku, tentang macet dan putraku, Troy, serta persiapan lomba di sekolahnya, kepada Pak Yandi dan sejumlah karyawan lain yang duduk di meja itu.

"Wah, kau mesti ikut lomba balap karung itu, Tris!" Pak Yandi terbahak.

Tristan tidak pernah menghadiri rapat orangtua atau undangan lomba di pre-school Troy. Aku tentu saja maklum. Lagipula aku juga tidak mengharapkannya, sih.

Bagaimana seorang pria yang gaya hidupnya 80% masih seperti seorang bujangan, pergi subuh pulang larut malam, bahkan sering menginap di kantor, sempat mendatangi acara di playground anak berumur tiga tahun seperti Troy? Waktu mana yang Tristan bisa gunakan? Kalau satu hari ada dua puluh lima jam sekalipun aku yakin Tristan tidak akan sempat

Tapi lagi, aku tidak berharap apapun dari Tristan. Itu urusannya dan aku tak akan memaksa.

"Troy usianya dua tahun bukan, Pak?" Yudha, sekretaris Tristan bertanya.

"Tahun ini tiga tahun, Yud," Tristan menjawab.

"Oh, berarti Pak Tristan sudah menikah lama dengan Mbak Karina ya?" Karyawan lain ikut bertanya.

Pak Yandi menanggapi, "Bukannya pernikahan kau itu baru tiga tahun lalu, Tris?"

"Hampir empat tahun, Bang," singkat Tristan.

Usia pernikahan kami tepatnya tiga tahun lewat sepuluh bulan. Dengan Troy yang langsung lahir di bulan ke tujuh pernikahan kami. Ekspres bukan, teman-teman?

"Definisi sat, set, sat, set ya begini," Begitu kata Frida dulu kala menjengukku bersalin di rumah sakit. Tapi mana mungkin aku merespon Frida dengan, "Yaiyalah, MBA!" Itu bukan hal yang patut dibanggakan. Pengalaman pertamaku tidak seharusnya seperti itu!

"Kau tak tahu ya, Yudh? Pasangan muda sebetulnya mereka," Pak Yandi menanggapi pertanyaan Yudha, tapi akibat suara kerasanya dia terlihat seperti sedang mengumumkan, "Tristan ini tampaknya sibuk dia. Mau kau nikah sepuluh tahun kalau istrimu jarang di rumah kau ya mau apa, Yud? Kayak istri saya itu dulu...." Pak Yandi lantas bicara ngalor-ngidul tentang istri dan anaknya yang suka merantau ke luar dan tak sering kumpul di rumah.

Selagi topik di meja ini terus berpindah dan obrolan mengalir lancar, aku mencuri pandang ke arah Keenan. Meja para anak magang dan supervisor nampak hidup. Mereka sedang tergelak hingga menggeplak meja.

EXIT PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang