"OH, ternyata itu motif Tristan ketemu gue," Frida cekikikan.
Aku berjalan di samping Frida. Kami menyusuri lorong sekolah untuk menjemput Troy.
"Berarti berkat gue Tristan tahu lo lagi nyoba berkarir lagi dan akhirnya punya kesempatan buat ngebantu lo kan, Kar? Tapi, kok, lo malah sewot gitu, sih, sama gue?"
"Habis, lo ember banget, sih, Frid," cebikku.
Frida menarik diri, "Ya mana gue tahu kalau itu ternyata projek rahasia."
Aku mengerang, "Bukan rahasia juga, sih. Dari awal gue nggak pernah nutup-nutupin ini dari Tristan, kok. Ngapain gue rahasiaiin? Justru kalau dia tahu, bagus lagi!"
Frida tertawa keras, melanjutkan maksudku, "Lo bisa ludesin semua tabungan Tristan buat bisnis baru lo?!"
"Nah, itu lo sudah tahu." Kami sepemikiran. "Maunya gue bunuh sekalian itu suami."
"Bunuh saja, Kar, biar dapat uang asuransi Tristan, pasti mahal." Kami tertawa bersama-sama. Siapapun yang mendengar pembicaraan kami, semoga dia tidak menganggap kami serius lantas melaporkan kami ke polisi. Karena serius kami cuma lagi bercanda.
"Punya teman, kok, bisa sama-sama matre gini ya," komen Frida sambil terbahak.
Aku mendengus, "Nama lain dari matre itu realistis, Frid. Lo pikir Victoria tetap mau nikah sama David Beckham kalau David Beckham itu pengangguran?"
Frida menyambung, "Atau pecicilan?"
Aku tertawa, "Itu juga." Kami tertawa lagi.
Saat kami tiba di ruang kelas, Troy dan teman-temannya baru saja selesai berlatih untuk pertunjukan yang akan mereka tampilkan di pojok kreatif nanti.
Sementara menunggu Troy bersiap-siap pulang, Bu Yuni keluar dari kelas mendatangiku. Wanita itu menyapa dan mengingatkan, "Pentas seninya minggu depan. Mbak Karina bisa datang kan?"
"Pasti datang, Bu," Aku sangat semangat. Itu akan jadi pentas seni pertama Troy. Seketika aku teringat dengan rahasia yang Troy miliki. "Bu Yuni," Aku penasaran, "Anak saya kayaknya punya rahasia, deh. Dia bilang Bu Yuni tahu apa rahasianya."
Frida ikut penasaran, "Troy punya rahasia, Kar?" tanyanya, lalu memberengus, "Bocah tiga tahun jaman now bisa main rahasia-rahasiaan ya? Paling rahasianya kayak nyembunyiin belalang di kantong jaket lo atau pernah nyuri makanan di warung."
Aku terkekeh mendengar peranadaian Frida. "Katanya Troy takut gue masukin SD kalau gue tahu rahasianya," balasku.
Kening Bu Yuni melipat. Matanya mendelik ke atas seakan tak tahu rahasia apa yang aku maksud. "Oalah! Yang Troy bilang rahasiaiin dari Mamanya itu ya!" Bu Yuni mengibaskan tangan sambil tertawa kecil. "Itu bukan rahasia, kok, Mbak."
Gantian aku yang mengernyit, "Bukan rahasia?"
"Iya, Mbak. Troy kan anaknya pintar. Pas saya tanya, kok, sudah bisa penjumlahan dan pengurangan Troy cerita kalau papanya belakangan ini sering ngajarin dia, suka ngasih tugas-tugas kayak PR gitu, Mbak. Kata Troy dia suka belajar sama papanya."
Aku sudah tahu kalau Tristan mengajarkan satu-dua hal pada Troy. Tapi aku tidak tahu kalau ternyata mereka berdua sedekat itu.
"Kalau malam-malam nggak bisa tidur Troy sering ke kamar nyari papanya. Minta dibacaiin buku. Benar ya, Mbak? Kalau dari cerita Troy, sih, begitu, Mbak."
Hah? Benarkah? Pantas saja Troy tidak pernah lagi tidur denganku. Ternyata anak pengkhianatku itu melarikan diri ke ayahnya ya! Dan rupanya buku-buku anak yang sering terselip di keranjang cucian kamar Tristan itu buku Troy.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"