Plan 13 : MANTAN VS. SUAMI

10.4K 1.1K 32
                                    


YYOHAN memegang gelas kaca berisi wine bening di sebelah tangannya.

Seketika aku berdiri dan mengambil jarak dari pria itu. Kutahan sekuat tenaga untuk tidak bersumpah serapah dan memutar bola mata saat dia malah memperpendek jarak kami.

"Gimana? Akting mesra lo sama Tristan masih lancar?" Yohan tertawa kecil menyindirku sebelum menyesap wine-nya.

Aku membisu. Tidak mau menjawab pertanyaannya. Satu huruf dari mulutku terlalu berharga untuk cowok brengsek sepertinya.

Ini bukan pertamakalinya aku dan Yohan berbicara empat mata setelah aku menikah dengan Tristan. Di acara keluarga yang mengharuskan aku bertemu Yohan, laki-laki ini selalu menyempatkan diri untuk berbicara denganku.

Eh, bukan, bukan.... Yohan tidak berbicara. Dia menggong-gong. Yohan adalah anjing kecil yang menguji kesabaranku dan mengajak aku ribut bersamanya.

Tapi maaf saja, bukan kelasku ikut menggong-gong mencari perhatian sepertinya.

Setiap kali Yohan mencoba menghasutku untuk meladeninya, aku selalu mundur dan pergi. Dan itulah yang akan kulakukan sekarang.

Aku sudah akan berbalik pergi ketika Yohan mengatakannya, "Sebenarnya, Kar, gue kira lo itu bukan wanita yang suka balas dendam. Tapi punya anak sebesar itu dengan sepupu gue sudah menjelaskan semuanya."

Gerakan kakimu, Karina! Sudah, kabur saja! Jangan dengarkan bisikan setan!

"Kamu resign dari kantor supaya nggak lihat gue dan Manda," Yohan terkekeh, "Tapi lo malah menikah sama Tristan. Lucu juga ya lo."

Jangan jauh-jauh cari iblis ke neraka! Tengok saja ke sebelahku, iblisnya sedang memegang gelas, lagi! Gelas kaca itu pasti melayang! Hiii!

"Gue sudah pernah minta maaf ke lo mengenai Manda kan, Kar?" Yohan tersenyum miring ke arahku, "Tapi setelah gue pikir-pikir lo juga berhutang maaf dan terimakasih ke gue."

Aku terbelalak. Apa Yohan bilang? Aku berhutang maaf? Tidak hanya itu tapi juga hutang terimakasih? Hah? Untuk apa aku harus berterimakasih padanya? Untuk mengingatkan aku kalau aku tak ahli merayu seperti yang Manda lakukan padanya? Atau berterimakasih karena mengajariku rasa sakit diselingkuhi pria?

Wah, wah... Pintar juga tuyul dewasa satu ini bercandanya ya!

Menanggapi candaannya yang kelewatan itu, aku pun tersenyum pongah. Sambil bersedekap kutatap Yohan tajam-tajam.

"Hmm, gue hutang apa ya kalau boleh tahu?" tanyaku, pura-pura berpikir keras, "Oh! Tiga ratus ribu waktu gue lupa bawa dompet dan kita makan di sushi tei padahal lo yang pesan makanan lebih banyak itu? Atau dua puluh juta? Pas lobagi-bagi tas Gucci ke semua pacar lo termasuk gue? Maksud lo hutang yang itu ya?" Kuulurkan tangan kosongku, "Minta nomor rekening lo, dong. Gue transfer sekarang, deh, sama bonusnya."

Yohan nampak gusar. Dia meletakkan gelas kaca ke meja bar.

"Hutang budi nggak bisa dibayar pakai uang," ujarnya serius.

WOW! Ayo semua tepuk tangan dulu! Yohan, pria brengsek ini ternyata tahu kata 'hutang budi'. Berani-beraninya dia menyebut kata itu dengan mulut berdosanya!

Sebelum aku membalas Yohan, aku memendarkan pandang ke sekitar, memastikan tidak ada yang mengawasi kami, "Masalahnya, Yohan, sepupu gue yang tersayang, gue nggak pernah merasa berhutang budi dengan setan," olokku seraya tersenyum sopan. Aku mesti mengontrol raut wajahku. Sebenci apapun aku dengan Yohan, aku tidak boleh membuat kerabat lain curiga dengan obrolan kami sekarang.

Yohan malah tertawa melihatku, "Rileks, gue bercanda, kok, Kar." Dia meraih kembali gelasnya. "Walau lo memang harus berterimakasih ke gue," Yohan meneguk wine sampai gelas kacanya kosong. "Lo bisa seperti sekarang ini karena lo bertemu Tristan di pesta pernikahan gue dan Manda. Ya kan?"

EXIT PLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang