TRISTAN menghentikan mobil saat lampu merah di persimpangan jalan menyala. AC mobil menghembus tepat ke arahku. Satu-satunya bunyi di antara kami hanya suara lembut mesin mobil dan kendaraan di luar sana.
"Jadi..." Aku melirik Tristan, "Kamu butuh bantuan apa dari aku?"
Tristan menatap lurus ke jalan raya, "Sasha berencana menikah dengan Henri."
"Lalu?"
"Tapi aku kamu kenal siapa Henri?" Dia melajukan mobil ketika lampu lalu lintas berubah hijau.
"Nggak," Aku menggeleng. "Aku nggak terlalu kenal dia." Meski kami saling follow di sosial media, tapi kami tidak pernah tatap muka. Henri, calon suami Sasha, yang aku ketahui adalah seorang pria yang sering mondar-mandir di sosial media. Mereka sepertinya sudah berpacaran selama beberapa tahun.
"Kita nggak tahu apapun tentang orang ini," ringkus Tristan dengan nada datar.
Aku kebingungan. Tentu saja kita belum mengenal Henri. Tapi kita kan bisa mulai mengenalnya dari sekarang. "Jadi masalahnya apa?"
Tristan menghembuskan napas, "Sasha nggak boleh menikah dengan cowok yang nggak kita kenal, Karina."
Aku pun tertawa getir, "Yaampun, Tristan," Kuserongkan badanku menghadap Tristan, "Kalau masalah nggak kenal kan banyak solusinya. Kamu bisa bertemu Henri empat mata dan kenal dia secara langsung."
"Sebetulnya aku sudah cek latar belakangnya," Tristan membelokkan mobil di perempatan jalan, "Ayahnya warga Scotlandia, Ibunya orang Indonesia tapi menetap di Scotlandia. Dia akuntan. Masa kecilnya dia habiskan di—"
"Dan kamu pikir kamu nggak tahu apapun tentang dia?" Aku tercengang.
Bravo sekali suamiku ini!
Tristan membisu sejenak. "Tapi aku nggak pernah bisa bertemu dan mengenal Henri secara langsung, Karina."
"Kenapa nggak bisa?" Alisku bertaut.
"Karena...." Dia ragu-ragu.
"Karena?"
Tristan seakan berpikir seratus kali untuk mengatakannya, "Karena Sasha nggak mengijinkan."
Aku mengedipkan mata, "Hah?" Tristan sama sekali tidak memperinci alasannya itu. "Kenapa Sasha nggak ngijinin kamu bertemu dengan Henri?"
Tristan terdiam lagi. Kemudi terkontrol stabil di tangannya.
"Tris?" Aku penasaran.
"Aku juga kurang tahu kenapa." Meskipun wajahnya tawar, aku tahu Tristan menyembunyikan sesuatu dariku. Kalau sudah begini, mau aku tanya seribu kalipun Tristan tidak akan menjawab alasannya.
Aku memberi saran lain, "Kenapa kamu nggak tanya ke Mama saja tentang Henri?"
Tristan terjeda lama. "Mama nggak mau kasihtahu aku informasi apapun. Dia suruh aku kenalan sendiri langsung dengan Henri."
Aneh, biasanya Mama selalu suka bercerita. Namun sepertinya ini salah satu cara Mama untuk memaksa Tristan agar lebih peduli dengan keluarga.
"Maka dari itu aku minta tolong," Tristan menoleh sekilas padaku selagi memandang fokus ke jalan raya.
Aku mengernyit, "Untuk?"
"Bantu aku...." Keraguan Tristan meminta tolong padaku kentara dari raut wajahnya, "Untuk memisahkan Sasha dari Henri di rumah saat mereka datang nanti."
Tristan tidak pernah meminta tolong aku untuk menyampul dasi. Menggaruk punggungnya yang gatal. Membuatkan khusus makanan favoritnya. Ini betul-betul pertamakalinya, dalam nyaris empat tahun aku mengenalnya, Tristan meminta bantuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"