HARI ketujuh adalah hari Sabtu. Malam Jumat Tristan menginap di kantornya.
"Berarti Bapak malam ini nginap di kantor ya, Yudh?" Aku mengkonfirmasi pada Yudha melalui telepon sambil mempersiapkan sarapan untuk besok pagi.
"Iya, Bu Karina," Yudha menginformasikan.
"Sekarang Bapak lagi ngapain?" tanyaku, tersenyum memikirkan Tristan yang mungkin masih tenggelam dalam pekerjaannya.
"Lagi teleconference, Bu."
"Oke, deh!" Tuh, kan benar! "Ohya, besok pagi saya mau ke kantor Bapak. Kamu bisa bantu bilangin pegawai respsionis supaya ngijinin saya ketemu Bapak kan?"
"Bisa, Bu. Nanti saya akan bilangin ke petugas respsionis yang jaga besok pagi."
"Kira-kira saya mungkin ke sana jam setengah tujuh an."
"Baik, Bu Karina."
"Ohya, satu lagi! Jangan sampai Tristan tahu ya! Awas, loh, Yudh, kalau dia sampai tahu! Saya mau surprisein Bapak. Oke?"
"Nggak, kok, Bu," Yudha tertawa, "Saya nggak akan kasih tahu ke Bapak."
"Oke, thankyou, Yudh."
"Sama-sama, Bu."
Lalu dengan cepat malam berganti pagi. Aku sudah bangun dari pukul empat pagi. Sebetulnya aku ingin memasak semua makanan seorang diri. Tapi karena aku terlambat, Mbok Sarmini ikutan membantuku.
Sambil menyerahkan dapur ke Mbok Sarmini aku pun bersiap-siap pergi. Troy juga kuminta untuk bangun pagi dan segera mempersiapkan diri untuk ikut bermain ke kantor Papanya di kala weekend.
Aku berencana untuk menggelar piknik di kantor Tristan. Menyenangkan bukan mengunjungi kantor suami saat weekend? Troy juga belum pernah masuk ke kantor Tristan. Dia pasti akan sangat senang melihat pemandangan indah kantor Papanya!
Selain itu aku juga tidak mau tahu! Pokoknya tidak boleh ada satu hari pun terlewat tanpa sarapan bersama. Setidaknya itu yang kupikirkan hingga saat itu.
Karena Pak Pito ijin tidak bisa bekerja, maka akulah yang akan mengendarai mobil bersama Troy. Pukul enam kami sudah di jalan menuju kantor Tristan. Aku membungkus rapi makanan dan alat makan yang akan kami gunakan untuk makan nanti. Semuanya sudah kubawa. Piring kecil, sendok, gelas, susu, semuanya tanpa terkecuali.
Jalanan pagi sangat lenggang. Aku bisa sampai kantor Tristan lebih awal. Setelah parkir di basement, kami pun langsung naik ke lantai lobi. Ketika sudah tiba di lobi seorang pegawai respsionis yang sama dengan yang pernah kutemui menyapaku. Aku mengucapkan "pagi" kembali padanya.
"Memangnya shift mulai jam berapa, sih, Mbak?" tanyaku, prihatin karena waktu weekendnya harus digunakan untuk bekerja.
"Jam enam pagi, Bu."
"Oh," Aku manggut-manggut, "Mbaknya sudah sarapan?" Perempuan itu terkejut ketika aku memberikannya sekotak sandwhich. "Ini buat Mbaknya. Saya buat lebih."
Hoho, aku sedang baik hati pagi ini!
"Wah, makasih banyak ya, Bu." Dia awalnya menolak, tapi akhirnya menerima juga.
"Pak Tristan ada di atas kan?" tanyaku smabil menunjuk ke atas.
"Saya baru shift, Bu. Jadi kurang tahu apakah Pak Tristan masih di atas atau sudah pergi," bebernya, "Tapi saya diberitahu ada beberapa karyawan yang menginap malam ini. Dan tadi hanya ada satu orang yang baru keluar lobi. Tapi bukan Pak Tristan, Bu. Jadi mungkin Bu Karina bisa langsung ke atas saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
EXIT PLAN
ChickLitThe Next Level of Match-Making and Wedding Life. "Tristan? Tampan dan posesif padaku? Ya, itu semua pasti terjadi. DALAM MIMPI!"