Part 6

45K 2.3K 38
                                    

"Seperangkat alat sholat tidak akan membuat bahagia jika yang memberi dan yang di beri tidak melaksanakan sholat."

"Saya nggak akan nyentuh Ning sebelum Ning lulus," ujar Haidar di hadapan kedua belah pihak keluarga.

"Gus Haidar yakin?" Tanya Kyai Ilzam memastikan.

"Yakin Bi," jawab Haidar.

"Sebenarnya saya sudah pasrah sepenuhnya pada Gus Haidar. Mau Gus apakan saja Adiba, saya ridho," ujar Kyai Ilzam sambil tersenyum.

"Kalau Adiba di cekik masa Abi tega?" Sahut Adiba membuat seluruh yang ada di ruangan tertawa mendengarnya.

"Nggak mungkin. Adanya di sayang-sayang terus kamu," ujar Kyai Ilzam malah menggoda putrinya.

"Bu Nyai Sayyida sendiri tidak terburu-buru punya cucu kan?" Tanya Bu Nyai Halwa.

"Sebenarnya jujur sudah pengen nimang cucu biar ndhalem Darul Qur'an sedikit rame tapi kalau Haidar sendiri belum mau bikinin cucu ya nggak masalah juga," jawab Bu Nyai Sayyida sambil tertawa kecil.

"Iya, lagian Ning Adiba kan juga masih sekolah," sahut Kyai Arham setuju.

"Terimakasih banyak untuk Kyai Arham dan Bu Nyai Sayyida yang bersedia meminang Adiba jadi menantu padahal tahu kalau anaknya masih bocah," ujar Kyai Ilzam dengan wajah sumringah.

Adiba hanya tersenyum kecil saat mendengar sang Abi menyebutnya 'bocah'. Ia tidak mengelak karena itu memang kenyataan.

"Ning Diba ini bukan bocah biasa. Ning Diba ini calon Bu Nyai Darul Qur'an," ujar Kyai Arham.

Mendengar ucapan Kyai Arham, Adiba terperanjat. Fakta jika Haidar satu-satunya anak tunggal Kyai Arham membuat dirinya sebagai istri berpotensi menggantikan mandat Bu Nyai Sayyida.

"Ayo nduk, belajar yang serius. Calon Bu Nyai kamu," ucap Bu Nyai Halwa sambil tersenyum ke arah Adiba.

"Nggih Ma," sahut Adiba pendek.

"Semoga Gus Haidar bisa momong bocah kecil kami," ujar Bu Nyai Halwa penuh harap.

"Mohon doa dan bimbingannya Umma," sahut Haidar sopan.

Adiba menoleh ke arah Haidar. Lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu tampak sangat sopan pada kedua orangtuanya.

"Mohon maaf ya Gus, tapi apa Gus Haidar bisa menahan diri kalau kalian tidak pisah kamar?" Ujar Albi tiba-tiba ikut membuka suara.

Haidar diam saja sambil memikirkan ucapan Albi. Terdengar sangat mustahil jika dirinya menjawab bisa menahan diri. Akhirnya muncul ide lain yang sekiranya masuk akal untuk dirinya sampaikan.

"Untuk sementara waktu, saya bisa pisah kamar sama Ning Adiba," ujar Haidar.

"Nggak perlu Gus," sahut Kyai Ilzam.

"Biar Umma-nya Adiba siapkan pil KB kalau sewaktu-waktu Gus khilaf," lanjut Kyai Ilzam.

Ucapan Kyai Ilzam pun mengundang tawa banyak orang namun tidak dengan Adiba yang malah bingung sendiri dengan pembahasan saat ini.

"Menurut Albi nggak perlu pil KB Bi, tubuh Diba kan kecil kayak anak SD. Gus Haidar jelas nggak akan minat," canda Albi sengaja mengejek adiknya.

Mendengar itu, Adiba langsung mendelik menatap Albi. Ia tidak terima dirinya di hina oleh Albi.

"Urusan itu biar nanti Haidar rembuk dengan Adiba, yang penting pesan Abah kalian berdua harus rukun dan saling menyayangi," ujar Kyai Arham.

"Betul. Untuk Haidar sendiri, kamu harus bisa momong dengan baik. Istrinya di bimbing dan di ajari karena sekarang tanggung jawab dunia dan akhirat Ning Adiba ada di kamu," imbuh Bu Nyai Sayyida.

Partner Syurga (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang