"Apa kamu mau melakukan sesuatu untuk menebus kejadian hari ini?" Sahut Gus Haidar tiba-tiba.
"Apa Mas?" Sahut Ning Adiba.
"Berhenti menjadi munsyidah."
Hening seketika. Ning Adiba tidak dapat berkata-kata. Bagaimana pun menjadi munsyidah adalah impiannya sejak kecil. Menyanyi adalah hobinya dan melantukan sholawat adalah bentuk pengingatnya pada kasih sayang Baginda Rasulullah SAW. Rasanya sangat berat menuruti permintaan suaminya. Namun ia sendiri sadar diri jika ridho sang suami sangatlah penting. Apalagi hari ini ia teledor dan telah membuat hati suaminya kecewa dan cemburu berat.
Ning Adiba masih terdiam memikirkan keputusan yang tepat. Teringat pesan kedua orangtuanya jika segala perintah dan permintaan Gus Haidar harus ia laksanakan dan patuhi selama itu positif. Bukankah permintaan Gus Haidar saat ini padanya adalah bentuk kasih sayang terhadapnya?
"Insyaallah aku mau kalau itu yang Mas Haidar inginkan," ucap Ning Adiba memutuskan. Meski berat, namun inilah bentuk pengabdiannya pada sang suami pengabdian yang tulus dan totalitas.
Gus Haidar menatap wajah penuh keyakinan Ning Adiba. Detik berikutnya ia tersenyum sembari mengelus puncak kepala sang istri kecil.
"Masyaallah sholihaku," puji Gus Haidar takjub pada sang istri.
Ning Adiba tak dapat menyembunyikan senyum tersipunya ketika mendengar sang suami memujinya. Rasanya hatinya berbunga-bunga seketika.
"Mungkin melihat kejadian beberapa saat lalu membuat pikiranku galau Ning," ucap Gus Haidar tidak dingin lagi.
"Aku sangat kecewa dan cemburu berat melihat istri yang sangat aku cintai berada di satu ruangan dengan seorang lelaki dengan kondisi hujan deras dan mati lampu," lanjut Gus Haidar.
"Syetan dan para prajuritnya memberondong pikiranku untuk terus berfikir khilaf dan negatif tentang kamu. Akhirnya aku putuskan untuk berdzikir dan istighfar sampai akhirnya aku teringat filosofi Jalaludin Rumi, tokoh sufi yang sangat aku kagumi," ucap Gus Haidar.
"Bagaimana filosofinya Mas?" Tanya Ning Adiba penasaran.
"Filosofinya adalah 'Aku mencintai permasalahanku karena aku yakin yang memberiku masalah juga mencintaiku'. Itu menunjukkan jika Allah sangat mencintaiku. Mencintai pernikahan kita karena tidak ada cinta yang tidak di uji. Allah beri permasalahan ini yang membuat jiwaku galau dan terguncang. Aku rasakan kecewa dan cemburu berat sampai aku bisa menangkap maksud baik dari Allah," jawab Gus Haidar.
"Dengan rasa kecewa, aku sadar jika seharusnya aku tidak berekspektasi tinggi tentang manusia yang tempatnya salah dan lupa. Dengan rasa cemburu, aku sadar bahwa aku benar-benar jatuh ke pelabuhan cintamu," ucap Gus Haidar.
Ning Adiba menyungginkan senyum mendengar penjelasan suaminya.
"Dan yang membuatku semakin cinta dengan permasalahan ini adalah ketika aku mengetahui jika istriku ini benar-benar seorang bidadari yang menjelma di bumi untuk menjadi sosok pendampingku yang harus aku syukuri," ujar Gus Haidar.
Ning Adiba menunduk sambil tersenyum. Rasanya malu sendiri mendengar sang suami yang menyanjungnya.
Tangan Gus Haidar bergerak menyentuh pipi Ning Adiba membuat sang empu menoleh ke wajahnya yang teduh.
"Maaf kalau aku menjadi penyebab air matamu turun," ucap Gus Haidar tulus.
Ning Adiba tersenyum lebar. Tangannya bergerak menyentuh tangan Gus Haidar yang membelai pipinya.
"Terimakasih sudah menjadi sumber tawa dan kebahagiaanku Mas," balas Ning Adiba.
"Mas sudah menepati janji Mas," lanjut Ning Adiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Syurga (TERBIT)
Romance"Aku memang bukan lelaki idaman para wanita tapi aku berjanji akan berusaha menjadi satu-satunya lelaki idamanmu." _Haidar Al-Faraby Menikah muda memang bukan impian Ning Adiba sama sekali tapi apa yang tidak di inginkan belum tentu menjadi hal terb...