Part 19

32.9K 2K 887
                                    

"Aku yang sederhana bisa menjadi istimewa di matanya. Candanya yang selalu menjadi canduku untuk tertawa. Keseriusannya dalam membimbingku menuju syurga. Memang luar biasa Haidar-ku."

Hari ini adalah hari pertama Adiba berangkat ke sekolah menjadi murid Madrasah Aliyah.

Selesai mandi, Adiba langsung duduk duduk di meja rias untuk memoles wajahnya dengan bedak.

“Mas bantuin,” pinta Adiba pada suaminya yang sedang membaca buku.

Haidar langsung menutup buku dan menghampiri Adiba. “Bantu apa? Hm?” Ujarnya sambil menatap pantulan wajah sang istri dari cermin.

“Sisirin sama kuncirin sekalian,” kata Adiba sambil cengengesan.

Haidar geleng-geleng kepala mendengar ucapan sang istri.

“Harusnya kamu belajar kunciran Diba, biar kalau sewaktu-waktu aku nggak ada, kamunya nggak merengek minta bantuan Umma,” tutur Haidar.

“Iya, sebenarnya bisa Mas tapi nggak rapi,” sahut Adiba.

Haidar mengangguk paham. Ia pun segera menyisir rambut sang istri dan menguncir-nya.

“Misal nanti kalau anak kita perempuan gimana, kalau Ibunya nggak bisa nguncirin?” Celetuk Haidar tiba-tiba.

“Brati anak kita laki-laki aja,” kata Adiba dengan entengnya.

“Kita nggak bisa milih sayang,” ucap Haidar lembut.

Adiba menoleh ke arah sang suami. Rasanya meleleh di panggil ‘sayang’ dengan nada lembut seperti itu.

“Kalau udah ada benih di rahim aku, aku akan belajar banyak banget hal biar nanti anak aku nggak kecewa lahir dari rahim aku,” ucap Adiba terdengar manis di telinga Haidar.

“Pintar,” puji Haidar sembari mengelus puncak kepala Adiba lembut.

Setelah selesai berdandan, Adiba mengambil dasi dan menyerahkannya pada Haidar.

“Pasangin,” pinta Adiba sambil nyengir.

“Memangnya kamu nggak bisa?” tanya Haidar.

“Nggak bisa. Dulu biasanya di pasangin Umma,” jawab Adiba apa adanya.

Haidar mengangguk kecil. Perlahan tantangannya mulai bergerak mengalungkan dasi di kerah baju Adiba. Jarak sedekat itu membuat jantung keduanya sama-sama berdebar-debar. Mata Adiba fokus menatap wajah gugup Haidar.

Sehati-hati mungkin Haidar mencoba memasang dasi tanpa menyentuh dada Adiba. Hanya perkara memasang dasi, keringatnya bercucuran karena grogi.

Selesai memasang dasi, tatapan Haidar beralih ke wajah Adiba. Tatapan keduanya bertemu dan berpaku cukup lama.

Tiba-tiba tangan Haidar bergerak membelai pipi Adiba. Ia begitu mengagumi kecantikan sang istri saat ini.

Perlahan Haidar mendekatkan wajahnya ke wajah Adiba membuat sang istri refleks memejamkan mata.

Tiba-tiba Haidar meniup mata Adiba yang memejam membuat Adiba membuka mata lebar seketika.

Partner Syurga (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang