Ning Adiba telah selesai mandi. Tubuhnya menggigil kedinginan. Ia segera beranjak ke atas ranjang sementara Gus Haidar segera menuju kamar mandi karena sudah tidak nyaman dengan tubuhnya yang basah.
Tak berapa lama, Gus Haidar keluar dari kamar mandi. Ia menghampiri Ning Adiba yang terlihat pucat dan kedinginan di atas ranjang.
Gus Haidar naik ke atas ranjang. Ia merebahkan tubuhnya di samping Ning Adiba. Ia menghadap ke arah Ning Adiba dan begitu juga sebaliknya.
Tatapan mata mereka beradu. Jantung keduanya berdebar satu sama lain.
“Mas, dingin,” ucap Ning Adiba merasa tubuhnya menggigil.
Selimut yang membungkus tubuh Ning Adiba rupanya tak dapat mengusir dingin di tubuhnya.
Mendengar keluhan Ning Adiba, Gus Haidar memberanikan diri memeluk tubuh Ning Adiba. Ia merapatkan tubuhnya pada Ning Adiba.
Posisi yang sangat dekat membuat nafas keduanya beradu satu sama lain. Ning Adiba mendongak menatap wajah Gus Haidar yang terlihat fokus menatapnya juga.
“Masih dingin?” Tanya Gus Haidar.
“Lumayan hangat,” jawab Ning Adiba.
Gus Haidar merapatkan tubuhnya dengan Ning Adiba sampai tiada jarak di antara mereka. Bahkan wajah mereka benar-benar sangat dekat saat ini.
Cup.
Ning Adiba mengerjap berkali-kali. Tak menyangka jika sebuah adegan manis akan terjadi. Begitu cepat dan mendadak!
“Mas ih,” ucap Ning Adiba dengan kedua pipi merah merona.
Gus Haidar memeluk tubuh Ning Adiba dan membawanya dalam pelukan hangatnya. Ia tersenyum samar mengingat apa yang baru saja terjadi. Kenapa dia bisa melakukan itu tiba-tiba?
“Ekhem, aku buatin teh hangat Ning?” ucap Gus Haidar memecah kecanggungan.
“Enggak. Di pelukin aja udah hangat,” sahut Ning Adiba sambil tersenyum.
Ning Adiba mengeratkan pelukannya di tubuh sang suami. Telinganya bisa mendengar dengan jelas suara detak jantung Gus Haidar yang berpacu sangat kencang.
“Suara detak jantung Mas kedengeran,” ucap Ning Adiba.
“Kamu juga,” sahut Gus Haidar.
Ning Adiba tersenyum lebar. Ia menggeser posisinya lebih rapat pada tubuh Gus Haidar. Bahkan sudah berada di atas dada Haidar.
Hembusan nafas hangat Ning Adiba menerpa ceruk leher Gus Haidar. Tanpa ingin mengambil resiko, Gus Haidar memindahkan kepala Ning Adiba ke atas lengan kekarnya.
“Kenapa?” tanya Ning Adiba polos.
“Ayo tidur. Pasti kamu capek,” jawab Gus Haidar.
“Mas,” panggil Ning Adiba dengan tatapan serius.
“Apa?” Sahut Gus Haidar.
“Impian Mas apa?” Tanya Ning Adiba tiba-tiba.
“Menjadi hamba Allah yang taat,” jawab Gus Haidar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner Syurga (TERBIT)
Romans"Aku memang bukan lelaki idaman para wanita tapi aku berjanji akan berusaha menjadi satu-satunya lelaki idamanmu." _Haidar Al-Faraby Menikah muda memang bukan impian Ning Adiba sama sekali tapi apa yang tidak di inginkan belum tentu menjadi hal terb...