Part 40

22.6K 1.7K 1K
                                    

Minimal vote setelah baca ya bre✅

______________

Liburan telah berakhir. Kini seluruh santri Pondok Pesantren Fathul Ilmi telah kembali. Dan jeda seminggu kegiatan belajar mengajar aktif kembali.

Ning Adiba semakin semangat pada sekolah dan Diniyah. Tak sabar ingin segera naik kelas dan segera lulus Madrasah Aliyah.

Malam ini, setelah ngaji diniyah, Ning Adiba melihat sosok suaminya berbicara serius pada sang Abi. Tatapan matanya terlihat sedih dan sendu. Melihat itu, ia pun penasaran. Ia menunggu Gus Haidar di rumah dan berniat menanyakan pembicaraannya dengan sang Abi.

Beberapa saat kemudian, Gus Haidar pulang ke rumah. Ia menemui Ning Adiba di dalam kamar dan mulai mengajaknya berbicara serius.

“Ning, ada hal penting yang ingin aku bicarakan,” ucap Gus Haidar. Tatapannya terlihat tidak setenang biasanya membuat Ning Adiba gelisah sendiri.

“Apa Mas?” sahut Ning Adiba dengan jantung berdebar. Perasaannya tiba-tiba tidak enak.

Gus Haidar tak langsung menjawab. Ia menunduk sembari menarik nafas panjang. Masih ragu untuk menyampaikan kabar yang kurang baik ini pada istri kecilnya.

“Abah jatuh sakit. Kesehatannya melemah karena penyakitnya kambuh. Tadi Mama habis nelepon dan_” ucap Gus Haidar menjeda kata-katanya.

“Aku harus pulang untuk menggantikan Abah,” lanjut Gus Haidar dengan ekspresi sendu.

Di sisi lain, hatinya sedih karena Abahnya jatuh sakit. Ia sebagai anak tunggal memiliki tanggung jawab menggantikan Abahnya mengurus segala hal tentang Pondok Pesantren Darul Qur’an di usianya yang masih cukup muda.

Di sisi lain, ia sedih karena harus meninggalkan istri tercinta. Ia semakin merasa bersalah karena tidak bisa menjadi sosok suami yang terus berada di samping sang istri yang tentunya sangat membutuhkan dirinya.

“Mas berati pulang ke jombang?” tanya Ning Adiba dengan perasaan campur aduk.

“Iya Ning.”

“Aku ikut?” tanya Ning Adiba lagi.

“Nggak. Kamu tetap di sini melanjutkan sekolah dan ngaji. Tadi aku udah diskusi sama Abi. Dan hasil diskusi kami adalah kita harus LDR."

Deg.

Jantung Ning Adiba berpacu cepat. Ia sendiri sangat sedih mendengar kabar jika mertuanya jatuh sakit. Di sisi lain, ia harus rela di tinggalkan sang suami demi kepentingan bersama. Ia mengerti jika Gus Haidar adalah anak tunggal yang pastinya memikul beban berat meneruskan perjuangan Abahnya. Tapi egoiskah Ning Adiba jika ia merasa sedih harus LDR?

Melihat Ning Adiba yang diam tak bersuara membuat Gus Haidar resah sendiri. Hatinya jadi bimbang karena ekspresi sedih Ning Adiba.

“Aku sebenarnya pengen mendampingi Mas,” kata Ning Adiba sambil tertunduk. Mencoba jujur dan mengungkapkan keinginannya untuk terus berada di samping suaminya.

“Kamu harus tetap sekolah Ning," ujar Gus Haidar lembut.

Tak tega rasanya menatap wajah memelas Ning Adiba. Ibarat kata Ning Adiba harus rela di tinggal pas lagi sayang-sayangnya.

“Terus kuliah Mas?” tanya Ning Adiba teringat perkuliahan Gus Haidar.

“Kayaknya cuti atau out," jawab Gus Haidar.

“Hah? Out?” kaget Ning Adiba.

“Abah punya penyakit jantung kronis Ning. Beliau nggak boleh terlalu banyak beraktivitas berat. Dan di masa pengobatan ini, aku benar-benar harus fokus menggantikan Abah," kata Gus Haidar menjelaskan.

Partner Syurga (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang