15. Peluang Hidup

39 8 0
                                    

Lama sekali!

"Wuhhh... Kapan mereka datang?" Tanyaku pada Isaac.

"Sebentar lagi, kapten tidak ingin membawa tiga anak itu!" Tunjuk Isaac pada tiga anak yang menjadi murung setelah gagal pergi.

"Biarkan saja! Aku akan membawakan banyak hal untuk mereka dari sana! Aku hanya akan membawa orang-orang normal dan beberapa barang."

"Berhati-hatilah, mungkin salah satu dari mereka adalah Amo!"

Aku sudah memiliki cara ampuh untuk tahu siapa Amo diantara orang-orang di wilayah timur. Bahkan jika dia anak pemilik toko mainan sekalipun. Aku tetap akan membunuhnya dan mengabarkan keadaan yang sebenarnya. Beberapa mobil hitam datang bersamaan. Mereka berhenti tepat di depanku.

Ada tiga mobil, dua mobil kecil dan satu mobil besar. Mungkin mobil itu yang akan mengangkut orang-orang yang bertahan hidup. Aku membuka pintu mobil dan mendapati orang-orang buruk. Aku tidak mau berada disini.

Mobil lain saja! Aku pergi ke mobil lain dan mendapatkan dua orang. Hwan dan Isdor.

Mereka lebih baik daripada satu mobil dengan Valrey!!!

"Aku yang akan menyetir!"

"Kau yakin Winter?" Tanya Hwan cemas.

"Aku lebih hebat darimu! Cepat menyingkir ke belakang!"

Hwan pergi ke tempat belakang dan aku menggantikan posisinya di depan. Wilayah timur itu, aku juga akan melihat tempat seperti apa itu. Dalam ingatanku, disana adalah tempat sibuk untuk bekerja. Kantor-kantor besar, supermaket, pusatnya kehidupan zaman dulu. Apakah akan sama atau berbeda?

"Pasang sabuk pengaman kalian dan pegangan erat. Kita akan sampai lebih dulu untuk memastikan keadaan!" Aku menyisir rambut ke belakang.

"Kau apa?" Tanya Isdor memasang sabuk pengamannya.

"Semoga aku tidak mati!" Hwan berdoa cukup keras.

"Isaac, buka pintunya!" Teriakku ke atas.

"Winter? Kau tidak akan membuat kami mati kan?" Tanya Isdor berpegangan kencang.

"Semoga kami selamat!" Hwan merapalkan banyak doa untuk keselamatan kami semua.

Tapi, aku ingin membuat mereka ketakutan sampai mati. Pintu terbuka lebar, aku menancap gas melewati mobil Valrey, Minho, dan Franco. Sepertinya Taylor belum sembuh total dari pertandingannya dengan Franco. Tanganku mengambil senjata dan menembaki para Amo yang mendekati gerbang.

"Apa kalian hanya diam saja?" Tanyaku dari sela-sela menembaki Amo.

"Apa maksudmu? Hah? Cepat pegang setir mobilnya! Kau mau membuat kami mati muda?" Teriak Isdor.

"Tolong selamatkan kami!" Hwan menutup matanya rapat-rapat.

Baiklah, kalau begitu pergi saja dari sini. Aku sudah membuat peringatan untuk para Amo yang mendekati distrik. Jika mereka berniat pergi lebih jauh Diego, Jisoo, dan Raon sudah siap menunggu di gerbang. Aku melirik Isdor yang mengeluarkan banyak kata mutiara cantik. Di belakang dua mobil berjalan membuntuti. Mereka cepat juga. Aku kira mereka akan tertinggal jauh di belakang.

"Kenapa kalian sangat takut? Wilayah timur cukup jauh dan kita perlu cepat sampai ke tempat itu sebelum para Amo menyerang para manusia tersisa. Siapa yang memegangi sinyal dari mereka?" Tanyaku menambahkan kecepatan lagi.

"Minho!" Jawab Isdor menahan napasnya sesaat aku menambah kecepatan lagi.

"Kau bisa menghubunginya? Kirim sinyal itu padamu, aku ingin melihatnya lebih jelas."

"Baik, tapi kurangi kecepatanmu Winter! Kau benar-benar akan membunuh kami!" Teriak Isdor.

"Berapa usiamu? Kenapa kau sangat takut untuk mati?" Aku mengurangi kecepatan agar Isdor bisa melakukan kontak dengan Minho.

Aku sangat mengenal wilayah selatan dan utara tapi sulit untuk menentukan wilayah timur seperti apa. Bisa saja wilayah itu tertutup rapat dari dunia luar. Aku juga tidak tahu bagaimana keadaan tempat itu.

"Aku baru 25 tahun!" Teriak Isdor.

"Hah?" Aku melihat Isdor.

Serius?

"Hey, kau tidak berbohong?" Tanyaku menutup mulutku.

"Tidak, aku seusia Hwan! Memangnya wajahku setua itu?" Tanya Isdor menunjuk wajahnya yang memang tua.

Kupikir usianya hampir 40 tahun ternyata...

Di luar dugaan.

"Kau masih anak-anak rupanya, pfttt..." Jadi aku tertua?

"Memangnya berapa usiamu, kau pasti masih 18 tahun! Jangan terlalu banyak bertingkah anak kecil!" Isdor menarik telingaku pelan.

"Tahun ini usiaku 30 tahun!" Aku melihat spion dan tidak menemukan lagi keberadaan dua mobil di belakang. Pasti Valrey akan marah padaku.

Isdor melepaskan tangannya dariku dan melihat Hwan yang mengangguk membenarkan. Sudah kukatakan bahwa usiaku hampir 30 tahun! Aku mungkin paling tua diantara mereka semuanya. Harusnya aku sudah pensiun dari pekerjaan ini dan membangun keluarga dengan seseorang. Sayangnya itu tidak terwujud!

"Tidak mungkin! Kau pasti berbohong!"

"Tidak, dia serius! Kartu identitasnya memang seperti itu!" Jawab Hwan.

"Apa?!! Hahaha... Jadi kau hampir 30 tahun? Kau masih bekerja di Clovis? Apa kau tidak ingin menikah?" Tanya Isdor tiba-tiba.

"Menikah saat seperti ini hanya omong kosong, aku tidak tertarik dengan seseorang dari distrik. Kalian semua hanyalah para manusia masa depan yang tidak memiliki otak!" Sindirku.

"Tidak mungkin juga seseorang akan menyukaimu!" Cibir Isdor.

"Pfttt... Aku anak yang tidak memiliki tangan utuh, wajahku juga biasa-biasa saja, aku akui itu. Lebih banyak orang yang tidak menyukaiku. Tapi itu bagus, aku tidak perlu repot-repot menjalin hubungan dengan seseorang." Aku mengambil handphone dan melihat para sapiku yang belum diberi makan.

Kapan kami sampai? Aku ingin segera memberi makan mereka dan memanen apel.

"Bagaimana? Apakah Minho sudah memberi pesan?" Tanyaku.

"Ini!" Isdor memberikan handphonenya.

Titik sinyalnya berada di depan sana. Aku tidak yakin apakah mobil bisa masuk ke kawasan itu karena dulu para Amo pertama kali muncul di tempat itu. Kenapa para manusia itu bisa bertahan disana? Sinyal ini sengat lah aneh dan mungkin saja sebuah jebakan. Benar.

Mungkin saja sinyal yang terkirim sinyal palsu atau Amo yang melakukannya untuk menarik kami kesana. Tapi aku, aku memang berniat pergi ke wilayah timur untuk mencari tempat itu!

"Pegangan! Kita harus memeriksa keadaan itu lebih dulu!"

🔫🔫🔫

Salam ThunderCalp!🤗

Jangan lupa like, komen, dan share!

See you...

Clovis ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang