[3] Insiden Seru di Pagi Hari

1.4K 73 11
                                    

Pagi hari menyambut dengan hangat, kicauan burung terdengar samar-samar dari balik jendela. Arvie masih dengan kaos oblong dan celana doraemon selututnya bangkit terduduk, dilepasnya headphone yang menutup kedua telinganya semalaman.

Ia menguap lebar dengan kedua mata yang nampak memerah seolah dirinya sehabis begadang semalam suntuk.

Sebenarnya Arvie tidak ingin begadang, namun tubuhnya justru bereaksi lain. Ia dibuat pusing dengan pertanyaan-pertanyaan dalam otaknya juga bayangan kilas balik sosok yang mengingatnya saja membuat jantungnya kembali berdesir.

Pasalnya, sang ibu yang telah dirayunya sedemikian rupa menolak memberikan informasi mengenai bidadarinya semalam. Arvie tentu dibuat kesal sekaligus penasaran--hal yang membuatnya kesulitan  tidur.

Ia mencebikkan bibir, kemudian memakai sendalnya menuju pintu kamar. Masih dengan kantuknya, ia berjalan terseok menuruni tangga.

"Lho, belum siap?"

Suara sang ayah terdengar, masih dengan kegiatan di pagi harinya; membaca koran berita.

"Kelas siang jam satu."

Pria tua dengan kacamata minus itu menganggukkan kepala kemudian meneruskan kegiatan membaca paginya. Arvie lantas mendekati kulkas, melirik sang ibu yang masih disibukkan dengan masakannya.

"Wah, brownies, nih!" ucapnya senang. Ia lantas mengambil satu potongan besar kue berwarna cokelat tersebut lalu mengunyahnya lahap.

"Enak?"

Arvie menatap sang ibu yang juga tengah menatapnya penasaran, ia tanpa ragu menganggukkan kepalanya semangat. Tumben sekali ibunya membuat kue, biasanya nyonya besar itu hanya akan membuat kue menjelang hari raya.

"Maura yang membuatnya."

"Uhuk!" Arvie sontak tersedak kala mendengar nama asing yang disebutkan oleh sang ibu.

"Hah, Maura siapa?" tanyanya kaget.

Sang ibu berkacak pinggang, "Tetangga baru kita yang kamu sebut sebagai kuntilanak itu."

Arvie sontak melotot, jantungnya seketika berdebar kembali. Ia lantas memakan browniesnya rakus, tangannya bahkan bergerak hendak membuka kulkas kembali sebelum pukulan maut sang ibu mendarat pada punggungnya.

"Duduk dan makan sarapanmu!"

Arvie menghelas nafas kecewa lalu terpaksa menuruti perintahnya.

"Jadi wanita cantik yang semalam menggendong tuyul itu namanya Maura, Bu?"

Ptak!

"Aduh, gak pake centong nasi juga mukulnya," Arvie bersungut seraya menyentuh dahinya yang baru saja jadi korban kekerasan sang ibu.

"Lagian kamu itu apa-apaan nyebut anak orang tuyul. Maura itu seorang ibu, dan anak yang kemarin hampir kamu tabrak itu anaknya!"

"Uhuk! Uhuk-uhuk!"

Arvie bak kesetanan meneguk air putihnya hingga tandas, bahkan kini wajah hingga telinganya memerah pekat. Berbeda dengan sang ibu yang menatapnya aneh, sang ayah justru menatapnya penuh selidik.

"Anaknya? Jadi dia beneran udah punya suami, Bu?"

Arvie syok, ia memandang kedua orang tuanya yang saling melempar tatapan hingga akhirnya anggukan sang ibu membuat sesuatu dalam dirinya remuk redam.

'Sialan, sekalinya nemu yang bikin deg-degan setengah mampus taunya bini orang' batin Arvie lesu.

"Ekhem, memangnya kenapa, Vie?" tanya sang ayah sambil menahan senyum.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang