[38] Insiden Berdarah

456 24 0
                                    

"Tuan, kita langsung ke hotel atau ke tempat lain terlebih dahulu?"

Seorang pria dengan kemeja formal yang terduduk hening di kursi belakang sebuah mobil mewah nampak berpikir sejenak. Ia menatap layar ponselnya yang menampilkan foto seorang anak laki-laki manis di sebuah gerbang Taman Kanak-kanak Mentari. Bibirnya tertarik begitu menyadari paras anak itu mengingatkannya pada wajah seorang perempuan. Foto ini jugalah yang membuatnya rela mencari keberangkatan tercepat dari Kanada-Indonesia. Ia tidak peduli fakta bahwa tubuhnya baru saja tiba pagi ini, yang ia inginkan hanyalah segera bertemu dengan sosok kecil di foto tersebut.

Ibu jarinya sontak menggeser layar untuk membaca informasi lain yang dikirimkan oleh anak buahnya.

"Antarkan aku ke Taman Kanak-kanak Mentari. Kau tahu'kan?"

Supir di depannya mengangguk paham, "Baik, Tuan."

Tanpa bisa dicegah raut wajahnya yang kerap menampilkan raut dingin itu kini sedikit cerah, jantungnya berdetak tak sabar untuk bertemu buah hatinya yang telah lama ia lupakan.

*

Sementara di sisi lain, Arvie tengah melamun seraya mengelap meja café dengan kanebo di tangan. Tak bisa dipungkiri, ia kecewa pada jawaban Maura beberapa waktu lalu. Apa mungkin ia terlalu memaksakan diri? Sebab, hanya karena jawaban itu, semangat menggebu dalam dirinya langsung padam begitu saja.

Tapi Arvie yakin, akan ada kesempatan bagi mereka berdua untuk bersama. Lagipula ia sudah berjanji.

"Vie, bisa tolong bantu di sini sebentar?"

Mendengar seruan dari arah kasir, Arvie lantas bergegas pergi dengan tergesa. Antrean café hari ini memadat, dan sialnya beberapa karyawan absen secara bersamaan.

Arvie memberikan beberapa lembar kembalian pada seorang pengunjung seraya melirik jam di dinding. Sial, ia bisa terlambat menjemput Stev! Dirinya sungguh tidak masalah jika harus bekerja ekstra, asalkan bocil maniak minion itu baik-baik saja atau dalam artian tidak hilang kembali.

"Vie, istirahatlah. Pengunjung café sudah tinggal sedikit aku bisa menghandlenya," ucap seorang pegawai pria setelah sebelumnya menepuk pundaknya akrab.

Arvie memandangnya penuh suka cita, tanpa pikir dua kali ia lantas berlari keluar café menghiraukan seruan manajer mengenai penampilannya yang masih dibalut seragam kerja. Sambil mengendarai motornya dengan sedikit kebut-kebutan, Arvie pun sampai di Taman Kanak-kanak Mentari yang nampak masih dipenuhi oleh beberapa manusia.

Syukurlah, rupanya kelas Stev hari ini diperpanjang hingga pukul dua siang karena adanya perayaan ulang tahun salah seorang anak.

Arvie lantas membuka ponselnya lalu seperti biasa mengabari Maura mengenai Stev yang dijemputnya hari ini.

Kring! Kring!

Bel nyaring berbunyi menandakan kepulangan beberapa anak balita dari dalam bangunan warna-warni tersebut. Arvie sontak memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana sambil kedua mata elangnya terus menelisik tiap wajah anak-anak yang berhamburan keluar.

"Pipi!"

Grep!

Stev menghambur memeluk betis Arvie erat, anak itu tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi susunya yang rapi. Arvie membungkuk lalu membetulkan letak rambut Stev yang lengket oleh keringat.

"Bagaimana seru belajarnya?" tanya pria itu seraya menggenggam tangan Stev erat menuju motornya. Arvie tidak tahu bahwa kini ia menjadi bahan tatapan dari beberapa orang yang menyinyir pakaiannya saat ini. Tak terkecuali seorang pria gagah yang mengintipnya tajam dari balik kaca jendela mobil yang terbuka.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang