Zidan menatap aneh pada sosok Arvie yang tengah menelungkupkan wajahnya di atas meja kantin, rambut sebahunya nampak berantakan, kemejanya kusut. Zidan bahkan tak mendengar suara yang keluar darinya sejak mereka menginjakkan kaki di kantin.
"Heh, Vie. Kesambet setan mana sih lo, diem-diem mulu, jing," keluh Zidan. Padahal makanan keduanya telah sampai sejak tadi, namun Arvie nampak enggan mengangkat wajahnya.
"Kuntilanak."
Zidan membelakak, "Bener'kan kata gue lo itu harus dirukyah. Elo kelamaan jomblo pasti gara-gara disukain sama jin. Batu, sih," ucapnya sambil menuangkan sambal serta saus pada mangkuk baksonya.
"Udah makan cepet, balik dari sini gue anter lo ke pak ustaz."
Zidan mulai memakan baksonya mengabaikan Arvie yang mengacak rambut frustasi. Hingga tiba-tiba pemuda stress disampingnya itu menggebrak meja kencang dan membuat nyawanya hampir lepas karena tersedak.
"Anj--" umpatan Zidan terhenti seketika kala melihat penampakan wajah Arvie. Pemuda yang masuk dalam jajaran cowok tampan di kampusnya itu menatapnya dengan raut wajah lelah yang kentara. Zidan hendak bertanya, namun bungkam saat ucapan yang dikeluarkan Arvie mampu membuatnya terkejut setengah mati.
"Zid, salah gak sih kalau gue suka sama istri orang?"
*
"Stev!"
Seorang pria berkacamata dengan kemeja salur yang digulung sesiku berteriak seraya melambaikan tangan semangat dari pintu gerbang sebuah taman kanak-kanak elit. Ia merentangkan kedua tangannya lebar menanti sosok mungil beberapa meter di depan sana datang memeluknya.
Namun senyum di wajah pria itu memudar sedikit kala menyadari Stev hanya berjalan pelan dan berdiri tanpa niat untuk memeluknya. Pria itu berdeham pelan, lalu berjongkok di hadapan Stev.
"Mommy?" cicit Steve dengan pandangan yang mengedar ke segala penjuru.
"Mommy masih sibuk. Stev pulang sama Uncle Kevin, ya?"
Stev menganguk pelan seraya memainkan ujung sepatunya. Pria itu, Kevin Adriansyah, tersenyum gemas kemudian mengusap rambut Stev. Ia menggenggam tangan gemuk Stev lalu menuntunnya menuju mobil.
Kevin memasangkan seatbelt pada Stev dilanjut menghidupkan mesin mobil. Ia tersenyum melirik sosok mungil yang masih terdiam murung sejak tadi sambil terus menautkan jemarinya.
"Stev, mau es krim?" pancing Kevin.
Sekilas dilihatnya kepala bulat itu menoleh cepat dengan mata berbinar-binar, sebelum kemudian kembali menunduk malu.
Kevin menghela nafasnya pelan, lalu mencubit pipi gembul Stev, "Mau, ya?"
Stev menoleh sedikit, kemudian mengangguk patah-patah. Kevin terkekeh lantas membawa mobilnya menuju drive thru es krim terdekat.
Terkadang Kevin bertanya-tanya mengenai sikap bocah yang merupakan anak dari rekan kerjanya ini. Pasalnya ia telah seringkali menjemput Stev dari taman kanak-kanaknya, bahkan ia sudah menjadi teman dekat Maura sejak lama. Kevin juga tidak segan untuk membantu Maura maupun Stev, tidak masalah jika Stev meminta sesuatu padanya seperti saat ini. Ia telah menganggap Stev seperti anak sendiri, meskipun anak manis itu masih saja sungkan padanya.
"Telimakaci, Uncle Kevin," ucap Stev malu-malu seraya menerima satu cup besar es krim dari tangannya.
"Sama-sama, Stev. Baiklah, sekarang kita pulang."
Stev hanya mengangguk pelan dan mulai memakan es krimnya dalam diam. Perlahan mobil pun melaju membelah jalan menuju kediaman Maura. Sepanjang jalan, mobil tersebut hanya diisi keheningan, hingga Kevin sengaja memutarkan lagu anak-anak. Awalnya berharap Stev ikut bernyanyi dan mengurangi kecanggungan di antara mereka, namun nampaknya anak itu masih asyik dengan kegiatan memakan es krimnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/345037055-288-k792424.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...