Pagi-pagi sekali Arvie telah terbangun dari tidur lelapnya, ia kini tak lagi mengandalkan alarm alami sang ibu untuk membangunkannya seperti yang sudah-sudah. Kini sebuah jam weaker pemberian Karin berfungsi dengan sangat baik.
Omong-omong tentang Karin membuat Arvie semakin tergesa-gesa memakai kemejanya. Ia tak ingin gadis itu menginterupsi kegiatannya lagi. Setelah memakai gel rambut dan menyisir asal rambut sebahunya, ia lantas meraih sebuah jaket parasut serta tas ransel yang telah disiapkannya semalam.
"Kuy, semangat!" ujarnya dengan senyum percaya diri.
Arvie melangkah turun menuruni beberapa anak tangga hingga ia menemukan sang ayah yang nampak baru saja keluar dari dalam kamarnya. Pria tua dengan postur tubuh yang mirip dengannya itu sontak mengernyit bingung sambil melirik jam dinding.
"Mau ke mana?" tanyanya heran.
Arvie mengulas senyum, "Ada bimbingan skripsi."
Ya, Arvie sudah menyiapkan alasan ini sejak semalam.
Sang ayah nampak memicing bingung, "Pagi-pagi begini?"
Arvie mengangguk antusias.
"Hati-hati."
Usai menyalami tangan yang lebih tua, Arvie dengan semangat melangkah menuju motornya. Sang ibu sepertinya belum pulang dari pasar.
Sambil memanaskan mesin, kepala Arvie celingak-celinguk menatap rumah di seberangnya. Namun dua sosok yang dicarinya masih belum menunjukkan batang hidungnya.
Tak lama ponsel di saku celananya bergetar, ada nama Zidan tertera jelas.
'Ck, ngapain lo misscall gue subuh-subuh?'
Arvie terkekeh geli, "Ayo, berangkat ke cafe om lo sekarang. Gue udah siap."
Terdengar bunyi gedubrak nyaring dari seberang sana yang diiringi suara ringisan Zidan.
'Anjing?! elo yang serius aja! Cafe om gue bukanya jam sembilan!'
"Ya emangnya gak boleh gue datang pagi-pagi?" sahut Arvie tak mau kalah.
"Goblok, lo mau ngapain hah? duduk di emperan cafe nunggu buka? gue sih ogah mending lanjut molor."
"Bangsat, yaudah gue numpang ke kosan lo dulu deh. Gue gak bisa kalo berangkatnya jam delapan."
Arvie membatin, 'Nanti si Karin maksa pengen ikut atau ngajak gue kemana-mana lagi.'
'Gue lagi dikosan pacar gue,' sahut Zidan enteng.
"Anjing, jadinya gue kapan ke kosan lo nya nyet!"
'Setengah sembilan aja, lagian tempatnya gak jauh dari kosan gue."
Tut.
Usai mematikan panggilan dengan raut kesal, perhatian Arvie lantas teralihkan pada gerbang rumahnya yang terbuka. Dihampirinya sang ibu yang nampak kesulitan membawa beberapa kantung plastik besar lalu membawa beberapa di tangannya.
"Lho, udah rapi aja kamu, Vie? Mau kemana?"
Arvie menyamakan langkahnya dengan sang ibu menuju dapur, diletakkannya kantung-kantung plastik itu di atas meja lalu berbalik penuh senyum, "Arvie ada bimbingan skripsi pagi-pagi. Doain ya."
Setelahnya ia mengecup pipi wanita yang nampak masih terheran-heran itu kemudian berlari kembali menuju halaman rumah.
Tepat saat helmnya terpasang sempurna, gerbang rumah minimalis di depannya terbuka menampilkan Maura yang rapi. Wanita itu nampak tengah mempersiapkan mobilnya. Tak menyia-nyiakan waktu ia lantas membawa motornya menuju sang pujaan hati. Bibirnya mengulas senyum lebar kala Maura belum menyadari keberadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...