[49] First Meet

514 22 0
                                    

Juan menatap pintu besar di depannya dengan perasaan campur aduk. Ibunya kecewa. Sangat amat kecewa. Selepas perdebatan mereka beberapa waktu lalu, wanita itu langsung pergi menuju kamarnya tanpa suara.

"Maaf, Tuan. Di depan ada anak kecil yang menangis mencari ibunya."

Perkataan dari salah satu asisten rumah tangganya membuat Juan terkejut lalu berlari secepat kilat menuju mobilnya. Ia lupa telah meninggalkan Stev yang tertidur di mobilnya seorang diri. Bukan tanpa sebab, Juan sangat mencemaskan Maura yang membuatnya nekat melanggar janji dan mengendap-endap mengikutinya dari belakang.

"Stev!"

Dengan wajah panik Juan mencari sang putra di setiap sudut mobil namun ia tak kunjung menemukannya.

"Di mana dia?" desisnya heran.

Tak lama terdengar suara cekikikan dari arah belakangnya, ia berbalik dan bernafas lega. Stev nampak berdiri di tengah halaman dengan tangan yang berusaha mendribble bola basket. Bocah laki-laki itu terlihat serius hingga tak menyadari kehadiran Juan.

"Stev?"

Juan berjalan mendekat lalu menepuk puncak kepala sang putra yang membuat anak itu mendongak terkejut. Wajah bulatnya terlihat memerah dengan jejak air mata yang mengering.

"Daddy, mommy mana?"

Juan berjongkok lalu tersenyum teduh, "Sedang bersama kakek di dalam."

Mata bulat itu terpana, "Kakek?" Juan mengangguk, "Eung, Stev mau main bola caja!"

"Stev tidak ingin bertemu kakek dan nenek?" tanya Juan bingung. Tetapi wajah Stev berubah murung, "No, daddy. Kata mommy, Stev tida puna kakek dan nenek. Itu pasti kakek dan nenek mommy."

Juan terdiam nyeri. Begitu fatalnya ia membuat Maura menderita hingga ia tega menyembunyikan segalanya dari Stev.

"Stev, listen. Stev punya kakek dan nenek, mereka orang tuanya mommy dan daddy. Mereka sudah menunggu Stev sejak lama. Kita temui mereka, ya?" rayu Juan.

Stev menatapnya dengan alis mengkerut, "Tapi Stev mau main basket, daddy," cicitnya sambil menggembungkan pipi yang sontak membuat Juan menahan gemas.

"Nanti kita main lagi."

Menangkap anggukan dari sang putra, Juan sontak menggendong tubuh Stev yang langsung membuat anak itu mengalungkan tangan di lehernya.

"Stev suka main basket? Ingin menjadi atlet basket?"

Stev melirik Juan lalu menggeleng kuat, "Stev ingin jadi cepelti Pipi!"

Juan menghentikan langkahnya sejenak, ditatapnya wajah Stev yang mengerjap polos lalu menghela nafas pelan. Dalam hati bertanya-tanya sedekat apa hubungan Stev dengan pria miskin itu.

"Wah, lumahna besal cekali!"

Stev meronta di gendongannya membuat Juan membiarkan anak itu berlari mengelilingi sudut rumah dengan senyum lebar. Sesekali menyentuh beberapa pajangan antik yang menarik perhatiannya lalu kemudian melompat-lompat di atas sofa.

"Stev, tunggu di sini biar daddy panggilkan mommy dan kakekmu."

"Oce, daddy!"

Tubuh Juan melenggang pergi meninggalkan Stev yang duduk sambil menggerakkan kakinya dengan bebas di atas sofa. Kedua matanya berbinar menatap sekeliling dengan senyum lucu. Hingga tak lama seorang wanita paruh baya muncul di ujung tangga dan menatapnya tanpa ekspresi.

Stev mengedipkan mata berkali-kali lalu memiringkan kepala, "Nenek!" pekiknya senang.

Wajah Damara memucat, dengan perasaan tak karuan ia memilih melangkah pergi menuju ruang makan. Jantungnya berdegup kencang, amat terkejut melihat postur tubuh anak itu yang mengingatkannya pada Juan di masa kecil.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang