Pagi-pagi sekali, Maura telah sibuk berkutat di dapur. Bibirnya tersenyum cerah seraya menatap jemarinya yang bergerak lincah menata dua bekal makan. Jantungnya berdegup membayangkan wajah penerima dari salah satu bekal itu, ia tentu akan menerimanya bukan? Mengingat ucapan pria itu semalam yang mampu membuatnya hilang akal hingga melakukan tindakan bodoh seperti sekarang ini.
"Hah, selesai juga," Maura berucap senang menatap dua tempat bekal berwarna kuning dan biru di depannya. Ia membuat dua chicken katsu serta nasi yang dihias sedemikian rupa.
"Mommy, Stev mau mandi tapi handukna hilang!"
Sebuah pekikan kencang terdengar dari lantai atas membuat Maura tersentak lalu menggeleng pelan.
"Handukmu ada di tempatnya, Stev," balasnya tak kalah kencang.
"Tidak ada, mommy!"
"Astaga, anak ini," gumam Maura yang kemudian melepas apronnya cepat-cepat. Tak lupa ia menutup kedua bekal tersebut dan menatanya di atas meja.
"Mommy, handukna di mana?"
Maura menghela nafas seraya berkacak pinggang, ia berseru, "Kalau handuknya berhasil mommy temukan, Stev mommy hukum, ya?"
Suara gelak tawa Stev terdengar yang membuat Maura menahan senyumnya dan cepat-cepat melangkah menaiki tangga.
Usai menyelesaikan sesi mandinya, Stev kini terduduk bingung menatap kotak bekalnya yang mendadak beranak satu. Alisnya mengkerut lucu, ia mendongak pada sang ibu yang tengah mencuci piring di depan sana sambil menunjuk kotak berwarna biru tersebut.
"Mommy, ni bekal ciapa?"
Maura mengeringkan kedua tangannya seraya membalikan badan, tangannya bertumpu pada kitchen bar sambil mengulas senyum salah tingkah, "Untuk Stev dan untuk Pipi."
Stev mengerjap lambat kala melihat senyum mencurigakan pada bibir sang ibu, namun secepat kilat ia tersenyum senang.
"Oce! ni kuning puna Stev, kalo bilu puna Pipi!"
Maura mengangkat ibu jarinya ke udara, "Oce!"
Keduanya lantas berpegangan erat menuju pintu utama, Maura menyalakan mesin mobilnya lalu membuka pintu gerbang. Namun raut cerah di wajahnya meluntur kala menangkap dua objek tak asing di halaman rumah Bu Ningsih.
Arvie yang tengah mengunyah sesuatu yang disuapi oleh Karin seraya memanaskan mesin motornya. Keduanya bahkan tertawa riang bersama, hal yang membuat Maura membuang pandangan lalu beralih memasuki mobilnya.
"Stev sudah bisa pakai seatbelt sendiri'kan?"
Maura bertanya dengan raut tak terbaca, tatapannya fokus untuk mengeluarkan mobilnya. Setelahnya ia tergesa turun kemudian mengunci gerbangnya hingga suara motor Arvie terdengar berhenti di belakangnya.
"Pagi, kau mau mengantar Stev?"
Maura menatap Arvie sekilas lalu mengangguk singkat dan melangkah cepat menuju pintu mobil, akan tetapi lengannya ditahan oleh Arvie.
"Kau tidak menitipkan kunci pada Ibuku? Kau pulang cepat?" tanyanya bingung kala wanita itu mengantongi kunci gerbangnya.
Maura melirik spion mobil di mana Stev melambaikan tangannya pada Arvie, ia menghela nafas hendak menjawab namun tetranya menangkap Karin yang melangkah semangat menuju motor Arvie.
"Ayo, Vie. Nanti kita kesiangan," ujarnya semangat.
Maura menatap tangan Arvie yang masih menahannya, hingga pemuda itu menarik tangannya kikuk. Ia berdeham pelan dengan raut dingin, "Terima kasih, tapi kau tidak perlu mempedulikanku maupun Stev."
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...