[9] Hadiah Kecil dari Maura

1K 57 4
                                    

Langit telah berubah warna menjadi jingga saat mobil Kevin berhenti di depan kediaman Maura. Rumah minimalis yang berada paling ujung dan bersebrangan dengan rumah besar bercat hitam putih.

"Terima kasih atas bantuannya, Ra," ucap Kevin pada wanita yang tengah melepas seatbeltnya.

Maura mengedipkan sebelah mata, "Tidak perlu sungkan. Kau juga telah sering membantuku dan Stev. Kabari aku tentang perkembangannya."

Kevin tersenyum malu, lalu mengangguk semangat. Ia membiarkan Maura keluar dari mobilnya dan berdiri melambaikan tangan.

"Sampaikan salamku pada, Stev!" seru Kevin sebelum kaca jendela di sampingnya menutup.

Maura mengangguk, "Tentu. Hati-hati!"

Mobil Kevin melaju pergi, ia menghela nafasnya pendek. Semoga saja kekasih Kevin menyukai cincin lamaran yang telah dipilihnya tadi. Pasalnya hubungan mereka telah terjalin lumayan lama, dan Kevin ingin melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Maura tersenyum pahit, mungkinkah suatu saat ia bisa berada di posisi yang sama seperti kekasih Kevin? Namun sepertinya tidak, ia tidak cukup pantas untuk mendapatkannya. 

Maura membetulkan letak sling bag di bahunya, lalu berjalan dengan paper bag di tangan menuju rumah Bu Ningsih.

Maura memencet bel rumah dua kali, hingga Bu Ningsih kembali muncul di baliknya. Wanita itu tersenyum sumringah menatap kedatangannya.

"Hei, masuklah. Stev sedang bersama Arvie. Aku akan ke warung sebentar," ucap wanita itu sambil menepuk bahunya singkat dan melenggang pergi.

Maura menelan ludah untuk menghilangkan sedikit gugup, lalu berjalan memasuki rumah tersebut menuju tempat yang sudah dihafalnya luar kepala.

"Stev?" panggilnya.

Ia celingukan mencari keberadaan sang putra, hingga anak itu muncul dari arah dapur sambil berlarian kemudian memeluk lututnya.

"Mommy, tolong! Pipi cudah menjadi Om Hantu!" selorohnya sambil melompat panik.

Alis Maura terangkat naik, Stev tiba-tiba memekik dan bersembunyi di belakang kakinya dengan tawa berderai-derai.

"Stev, kembalikan ikat rambutku!" sebuah teriakan menggelegar terdengar, diikuti langkah lebar pria jangkung yang rambutnya kusut masai.

Arvie terkejut menyadari keberadaan Maura di tempatnya, tangannya secara refleks membetulkan tatanan rambut panjangnya yang acak-acakan karena Stev.

"Oh, kau sudah pulang?" tanya Arvie saat jaraknya dengan Maura tinggal beberapa meter.

Sungguh, ia ingin berterima kasih pada lidah pemberaninya saat ini yang tak terpengaruh oleh debaran jantungnya di dalam sana.

Maura mengangguk kaku, "Iya. Saya sudah bertemu Bu Ningsih tadi tetapi beliau hendak pergi ke warung," jelasnya canggung.

Arvie mengangguk, ia melirik Stev yang berdiri di belakang Maura. Anak itu memeletkan lidah padanya.

"Stev, ayo berpamitan pada, Pipi." ucap Maura tersenyum tipis.

Arvie mengulum bibir menahan senyum, sedangkan Stev langsung menyembulkan kepalanya sambil melambaikan tangan.

"Bye-bye, Pipi!"

Arvie sontak balas melambaikan tangan, ia turut mengantar keduanya hingga pintu gerbang.

"Mommy, ini hadiah Stev?"

Anak itu memegang paper bag di tangan Maura dengan mata berbinar-binar. Maura tersenyum lalu mengangguk dan menyerahkannya pada sang anak. Ia membiarkan perhatian Stev teralihkan pada benda itu.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang