Indonesia, 20 April 2024.
"Senyumnya lebar banget gak takut giginya kering?"
Maura tersenyum geli melirik sang putra yang sejak tadi tersenyum antusias menatap setiap objek di balik kaca mobil. Teriknya ibukota Indonesia disertai kemacetannya ternyata tak menyurutkan semangat bocah itu untuk sampai pada rumah yang sempat menjadi saksi masa kecilnya itu.
"Stev tidak sabar untuk bertemu Pipi, mommy!" sahutnya ceria.
Ya, sejak perceraiannya dengan Juan enam bulan lalu yang melewati banyak diskusi rumit, akhirnya Maura memutuskan untuk membawa Stev kembali ke Indonesia. Ia memutuskan untuk membuka lembar kehidupannya yang baru. Memulai segalanya dari nol kembali. Beruntungnya sang ayah mendukung segala keputusannya, bahkan pria itu menawarkan Maura untuk mengelola salah satu cabang perusahaannya di Indonesia.
Sedangkan Juan bersikukuh dengan pertanggungjawabannya dengan menyediakan sebuah apartemen nyaman untuk dirinya dan Stev tinggali.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama dari apartemen tempat tinggalnya, akhirnya mobil yang membawa keduanya sampai di depan kediaman Arvie.
"Terima kasih, Pak. Hei, Stev!" Maura memekik kala anak laki-lakinya langsung berlari keluar dari dalam mobil tanpa mengatakan apapun. Ia hanya mampu menggelengkan kepala seraya menjinjing dua paperbag berisi oleh-oleh.
"Pipi! Pipi!"
Maura tersentak mendengar teriakan Stev yang memanggil-manggil Arvie dari depan gerbang. Tersenyum tipis kala menyadari bahwa putra tunggalnya itu merindukan sosok Arvie teramat sangat.
"Stev, tidak baik bertamu seperti itu," Maura menggeleng pelan pada Stev yang kini menatapnya cemberut. Keduanya lantas memandang penuh rindu rumah tersebut. Meski dinding putihnya telah berganti warna menjadi biru muda dengan beberapa bagian yang telah direnovasi, Maura dan Stev tetap merasakan perasaan hangat yang sama seperti lima tahun yang lalu.
Tak lama sosok wanita paruhbaya yang dirindukan keduanya muncul dari dalam rumah dengan raut terkejut.
"Maura!"
Bu Ningsih membuka gerbang terburu-buru lalu menghambur memeluk Maura erat. Pelukan itu begitu erat hingga Maura dapat merasakan isakan tertahan Bu Ningsih di bahunya. Hal itu membuatnya kaget sehingga tangannya bergerak mengusap punggung itu dengan pelan.
"Oma!"
Merasakan seseorang menarik-narik kecil ujung bajunya, Bu Ningsih sontak menarik dirinya seraya menyeka pipi. Pupil matanya melebar menemukan anak laki-laki setinggi dadanya yang kini menatapnya bahagia.
"Ini Stev!" ucap anak itu tanpa diminta.
"Astaga, Stev! Kau sudah besar, nak!" Stev terkekeh kala pelukan hangat Bu Ningsih menyapa tubuhnya diiringi kecupan sayang di pucuk kepala.
"Kenapa baru sekarang? Ke mana kalian selama ini?"
Melihat tatapan berkaca-kaca dari Bu Ningsih membuat dada Maura berdenyut sakit. Ia meringis ikut menahan tangis, "Ceritanya panjang," lirihnya.
Bu Ningsih mengangguk paham kemudian membawa keduanya memasuki rumah besar miliknya. Stev yang mencapai ruang tamu lebih dulu sibuk menoleh kesana kemari mencari sesuatu. Namun belum sempat mulut kecilnya bertanya, Bu Ningsih langsung menyela dengan senyum penuh arti.
"Pipi tidak ada di sini, Stev."
"Apa?" Maura menoleh terkejut. Kedua matanya membola menatap Bu Ningsih tidak mengerti hingga sedetik kemudian ia berdeham malu. Apalagi ketika Stev serta Bu Ningsih kompak memandangnya jahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
Storie d'amoreArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...