[54] Kerinduan Stev

563 27 2
                                    

Lima tahun kemudian.

Toronto, Kanada, 2024.


Tok. Tok. Tok.

"It's time to wake up, Stev!"

"Stev?"

Maura mendengus, berkacak pinggang dengan tubuh berbalut apron pink. Siap untuk mengomel panjang lebar saat pintu jati di hadapannya terbuka lebar menampakkan sosok anak laki-laki dengan cengiran khasnya.

"What time is it?" tanya Maura tajam.

Anak laki-laki tampan itu sontak menggosok matanya yang berat lalu melirik jam di kamarnya. Tak lama tubuh kurusnya melompat lalu menutup pintu kencang seraya berteriak, "Mommy, i'm late!"

Maura melengos pergi menuju dapur, ia menghela nafasnya panjang sembari melihat sekelilingnya. Sebuah apartemen mewah yang telah dirinya dan Stev tinggali selama lebih dari empat tahun. Hasil perjuangannya dalam meluluhkan hati Kak Juan yang sebelumnya bersikukuh membuat dirinya dan Stev tinggal di mansionnya.

Dengan alasan apartemen ini letaknya dekat dengan tempat sekolah sang putra, akhirnya ia berhasil mendapatkan izin untuk tinggal di tempat ini. Tentu saja, pria itu sesekali akan mengunjunginya di sela-sela kesibukan barunya sebagai florist. Ya, Maura kini mengelola sebuah toko bunga yang dibelikan sang ayah sebagai hadiah pernikahan.

Ah, pernikahan. Maura hampir lupa jika ia dan Juan telah menikah dua tahun yang lalu.

Wajar saja jika dirinya lupa, toh semenjak pernikahan itu hubungannya dan sang kakak tiri masih tetap sama seperti dahulu. Pria itu tidak pernah memaksanya untuk menjalani peran 'istri yang sesungguhnya'. Bahkan di hari pemberkatan, kakak tirinya itu hanya mengecup keningnya singkat di saat semua orang menyorak heboh meminta mereka untuk berciuman.

Jika Juan datang ke tempatnya, pria itu hanya akan bermain bersama Stev. Mengajak bocah berusia sepuluh tahun itu untuk berjalan-jalan jauh atau sekedar bermain di timezone.

Kak Juan menepati ucapannya bahwa pernikahan itu ada hanya sebagai bentuk pertanggung jawabannya kepada Maura dan Stev. Tidak lebih.

"Good morning, mom!"

Cup!

Maura mendesis saat Stev dengan terburu-buru menelan pancake-nya lalu meneguk susu secepat kilat.

"Kau bisa tersedak, Stev. Pelan-pelan," ucapnya sembari mengambil tisu lalu menyeka sudut bibir sang putra.

Stev terengah, "No, mommy. Hari ini tim basketku akan bertanding dengan tim si gendut Thomas. Aku tidak boleh kalah!" ucapnya menggebu-gebu.

Maura tersenyum kecil lalu mengusak gemas surai sang putra, "Kalau tahu sekarang ada pertandingan penting, maka kurangi acara bermain game-mu, Stefanus Adellio," gumamnya geram.

Stev terkekeh salah tingkah, "Aku akan berangkat sekarang, mom. Have a nice day!"

Maura mengangguk, "Good luck, boy!"

Usai memastikan bocah dengan bola basket di tangan itu pergi bersama supir pribadinya, ia pun memutuskan untuk membersihkan diri. Setelah melepas apron, Maura melangkah pelan menuju kamarnya.

Namun langkah kakinya tertahan saat menemukan pintu kamar Stev terbuka dan menampilkan isinya yang berantakan. Maura akhirnya memutuskan untuk membersihkan kamar sang putra terlebih dahulu baru kemudian berangkat menuju toko bunganya.

Selesai merapikan ranjang, ia bergerak merapikan meja belajar Stev. Meja belajar yang dipenuhi action figure mahal pemberian Kak Juan, ayah kandung anak itu.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang