Maura menggenggam tangan Stev untuk bersama-sama memasuki bangunan taman kanak-kanak Mentari. Namun tatapannya teralihkan seketika pada sebelah tangan Stev yang turut digenggam oleh Arvie.
"Kau bisa menunggu--" bibir Maura berhenti berucap kala Arvie menatapnya hangat sambil mengedipkan sebelah mata.
"Aku ingin mengantar Stev juga."
Sadar bahwa pria jangkung itu keras kepala, Maura sontak membiarkannya turut mengantarkan Stev hingga di depan kelas. Ketiganya tentu saja langsung menjadi santapan bagi beberapa pasang mata manusia yang memadati taman kanak-kanak elit itu.
"Stev jadi anak baik, ya!"
Maura mengecup pipi gembul Stev yang turut diikuti oleh Arvie dengan mengecup pipi sebelahnya. Hal itu membuat Maura melotot kaget yang dibalas Arvie cengiran tak berdosa.
"Wah, Bu Maura dan ayahnya Stev?"
Tatapan Maura pada Stev yang duduk manis di kursinya terhenti kala sebuah suara wanita menginterupsi. Alisnya mengkerut, ia hendak menepis ucapan wali kelas Stev yang diketahui bernama Mrs. Tia itu, namun tindakannya terhalang begitu Arvie nampak berjabat tangan akrab dengan guru cantik tersebut.
Maura sedikit heran saat keduanya berbicara serius mengenai Stev. Bertanya-tanya tentang sejak kapan keduanya saling mengenal? Maura memandang wajah Arvie dan Mrs. Tia bergantian hingga rasa tidak nyaman itu muncul kembali. Seolah keduanya lebih mengetahui segala hal tentang Stev dibanding dirinya selaku ibu kandung anak itu dan lagi, apa eksistensinya kini tak dianggap?
"Saya pamit lebih dulu. Permisi."
Arvie tersentak melihat kepergian Maura, ia sontak ikut berpamitan dan mengejar langkah menggebu-gebu langkah wanita itu.
"Hei, kau baik-baik saja?" tanya Arvie khawatir.
Namun Maura tak mengucapkan apapun, ia memakai helmnya dengan bibir terlipat. Hal lucu pun terjadi begitu tangan Maura tak dapat menghubungkan tali helmnya dengan benar.
Arvie yang menyadari itu sontak terkekeh geli lalu menarik Maura mendekat padanya. Kepalanya menunduk demi menyamakan tinggi keduanya yang terpaut beberapa senti. Nafas hangat Maura sontak saja menyapu permukaan wajah serius Arvie. Untuk menghalau rasa kesal yang ada, Maura lantas menaiki motor Arvie lebih dulu. Ia mogok bicara bahkan saat motor itu telah bergerak membelah jalan.
"Sejak kapan?"
Merasakan sosok dibelakangnya bersuara Arvie sontak memelankan laju motornya. Ia melirik spion sekilas, "Apa?"
"Kau dan wali kelasnya Stev terlihat akrab."
Ah, Arvie yang tahu arah percakapan ini lantas tersenyum geli.
"Maaf aku tak mengatakannya padamu secara langsung, kemarin sewaktu aku menjemput Stev aku melihatnya tengah digiring menuju ruang guru bersama anak murid yang lain."
Maura nampak mencuramkan alis terkejut, namun Arvie kembali melanjutkan, "Dia dituduh membully salah satu temannya yang bernama Roni. Tapi itu tidak terbukti, sebaliknya anak bernama Roni itulah yang selama ini membully Stev hingga Stev jadi anak yang pendiam."
Arvie mengerjap begitu pundaknya terasa dicengkram erat, "Bagaimana? Bagaimana bisa aku sebagai ibunya tak tahu mengenai hal ini?"
"Tenanglah, semuanya sudah selesai. Aku sudah memberikan Roni dan ibunya pelajaran, jadi tak ada yang berani membully Stev. Lagipula anakmu itu kini telah berubah, bukan? Dia lebih aktif dan berani. Kemarin bahkan aku melihat dia berjalan bersama temannya."
Maura menunduk, ia menyandarkan kepalanya pada punggung lebar Arvie. Lama tak ada yang bersuara, tetapi Arvie tahu bahwa wanita itu tengah menahan tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...