Zidan menyikut perut Revan saat lagi-lagi melihat Arvie bertingkah aneh. Pemuda itu nampak termenung dengan kening mengkerut, kedua mata tajamnya menatap segelas iced americano serta tiramisu cake miliknya penuh dendam. Zidan bersumpah jika saja mata Arvie memiliki laser maka semua makanan yang berada di atas meja itu akan hangus seketika.
"Vie, lo mau nyobain cheese cake gue gak? Enak banget!"
Karin dengan semangat menyodorkan satu sendok penuh cheesecake di depan mulut Arvie, namun lagi-lagi pemuda tampan itu tak mengindahkannya sama sekali. Karin sontak menggembungkan pipinyakecewa, biasanya Arvie akan selalu membuka mulut untuk apapun yang ia sodorkan. Namun kini jangankan membuka mulut, mengalihkan pandangan pun tidak.
"Vie, lo kenapa? Gue ada salah, ya?" tanya Karin seraya menyenderkan kepalanya pada lengan kokoh Arvie.
"Makan kue lo."
Akhirnya Arvie bersuara setelah menghirup nafas panjang, ia tak bohong bahwa hatinya saat ini terasa terbakar. Ia baru saja menyadari satu hal bahwa Maura sengaja memintanya untuk tidak menjemput Stev karena ia sendiri yang akan menjemput Stev, lengkap dengan pria jelek yang baru diingatnya bernama Uncle Kevin itu.
Tapi Arvie mencoba untuk mengerti, mungkin saja wanita cantik itu takut jika Stev kepanasan bila pulang bersamanya. Mengingat ia hanya seorang mahasiswa kupu-kupu yang bermodalkan motor dan uang orang tua, berbeda dengan pria bernama Kevin itu yang jelas-jelas memiliki segalanya.
"Ayo, makan!" seru Arvie tiba-tiba yang sontak mengejutkan dua pemuda di hadapannya. Ia tersenyum kecil seraya meneguk minumannya rakus.
Tak lupa tangan kokohnya mulai mengambil piring kue miliknya, namun belum sempat kue menggiurkan itu mendarat di lidah, Arvie justru dibuat muak kala kue tersebut mengingatkannya pada kue buatan Maura.
Ia lantas menekan kue itu dengan garpunya kuat hingga hancur tak berbentuk, nafasnya memburu. Tidak, ia tidak akan kalah. Arvie akan merebut Maura dan Stev dari laki-laki itu.
*
"Jadi, sudah sejauh itu?"
Maura membuang tatapannya ke segala arah untuk menghindari tatapan Kevin di depan sana yang sejak tadi menanyakan hal-hal mengenai Arvie.
"Dia dekat dengan Stev. Panggilan itu juga dibuat oleh Stev," ia menjawab pertanyaan Kevin seraya memperhatikan dengan takjub sang putra yang mulai berani berinteraksi dengan anak-anak di area bermain tempatnya makan saat ini.
"Berarti dia tidak dekat denganmu?"
Maura berdecak lalu meraih hidangan penutup yang baru saja diantarkan oleh seorang pelayan. Sebuah es krim vanilla untuk Stev serta puding cokelat untuknya.
"Jangan menanyakan hal-hal bodoh seperti itu," gumamnya.
Kevin tertawa, "Aku serius. Kalau dia dekat dengan Stev seharusnya kalian juga dekat."
Maura menyuapkan pudingnya dengan alis mengkerut, "Ya, kita dekat hanya karena anakku nyaman bermain dengannya tidak lebih."
Kevin mengangguk sok mengerti, "Benar juga. Lagipula sepertinya dia sudah memiliki kekasih."
Gerakan mengunyah puding Maura terhenti seketika, ia mengerjap lambat lalu pandangannya teralih mencari keberadaan Stev. Hal itu membuat Kevin terkekeh dalam hati.
"Itu bukan kekasihnya," gumam Maura tanpa sadar.
"Oh, ya? lalu siapa?"
Maura terkejut kala menemukan wajah Kevin berada satu jengkal di depannya, ia lantas menoyor kening pria berkacamata itu pelan untuk mendorongnya duduk di posisi semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomantikArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...