[33] Telepon Misterius

594 39 1
                                    

"Huh, bau apa ini. Kenapa menyengat sekali?"

Kevin membuka pintu ruang kerja di depannya sambil mencapit ujung hidung. Begitu menutup pintu, ia langsung dihadapkan pada sosok wanita cantik yang tengah fokus memandangi laptop di kursi kebesarannya. 

"Hei, kau menciumnya juga?"

Maura melirik Kevin sekilas, "Apa?"

Kevin sontak melangkah semangat lalu meletakkan dua gelas kopi di atas meja, ia menarik kursi kemudian menatap Maura serius.

"Aku sangat familiar dengan bau di ruanganmu ini. Kau tahu bau apa?" Kevin bertanya sambil mengendus-endus udara.

Maura menghela nafasnya panjang seolah tak mendengar ucapan pria berkacamata yang kadang kala bertingkah absurd tersebut. Ia meraih satu gelas kopi yang baru saja dibawa Kevin lalu menyeruputnya perlahan.

Kebetulan sekali ia tengah dilanda pening serta kantuk akibat berkutat dengan laporan-laporan.

"Bau orang jatuh cinta!"

"Pfft! Uhuk!" 

Kevin terbahak begitu wanita di hadapannya terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah bak udang rebus akibat ucapannya. 

"Berhenti berbicara omong kosong. Tidak ada yang jatuh cinta!" Maura mendumal setelah melayangkan tatapan mautnya pada Kevin. 

Pria itu berdecih sambil melipat kaki dan menggenggam gelas kopinya, "Katakan itu pada seseorang yang beberapa waktu lalu berpelukan di halte kantor kita." 

Deg.

Maura terpaku dengan pipi memanas. Sialan. 

"Mengapa kau melihatnya sih seingatku waktu itu sepi sekali," ia menggerutu pelan seraya kembali menaruh atensi penuh pada layar laptopnya. Namun nyatanya gerutuan itu terdengar jelas oleh Kevin.

"Hei, jangan kau pikir di dunia ini isinya hanya kau dan si gondrong itu saja! Ck, dasar bucin!"

Plak!

Kevin mengaduh kencang begitu sebuah map tebal melayang mengenai pundaknya, di sana Maura dengan wajah memerah padam antara kesal dan malu menatapnya garang.

"Namanya Arvie dan aku tidak bucin," ujar Maura mengoreksi, lalu berucap tegas, "Jika tidak ada yang penting lagi sebaiknya kau pergi dari ruanganku, Pak Kevin yang terhormat dan terima kasih atas kopinya."

Mendengar hal itu sontak membuat Kevin terburu-buru menyodorkan map laporannya ke atas meja Maura. Ia tersenyum gugup sembari memperhatikan wanita itu melihat-lihat laporan miliknya.

"Oh, tentang ucapanku tadi kau tidak perlu khawatir. Sangat wajar bagi setiap pasangan untuk mengantar jemput hingga ber-lovey dovey sebelum pergi bekerja. Semua pegawai kantor di sini pasti memakluminya," hibur Kevin kala dilihatnya kening Maura terlipat dalam.

Namun rupanya perkataannya itu membuat Maura melayangkan tatapan sangsi, "Tapi kami bukan pasangan." 

"Apa! Sudah sejauh ini dan kalian belum meresmikan hubungan?" Kevin bertanya dengan raut dramatis. 

Usai membubuhkan tanda tangan asal, Maura lantas melempar laporan di tangannya pada Kevin yang langsung pria itu tangkap dengan gesit.

"Kau tau betapa sulitnya aku membuka hati? Jadi biarkan semuanya berjalan perlahan. Lagipula aku tidak berharap kami memiliki hubungan seperti itu. Dia terlalu sempurna untukku," Maura menjeda seraya meneguk habis kopinya, "Biarlah tetap seperti ini."

Kevin mengerjap lambat, ia mengangguk patah-patah. Tubuh tegapnya lantas bangkit seraya meraih dua gelas kopi yang telah habis, "Kuharap si gondrong--ah, maksudku Arvie-mu itu mengerti maksudmu."

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang