Maura mengusak kedua matanya yang sedikit perih. Semalam penuh dirinya terjaga akibat pengakuan jujur sang putra. Meski anak pintar itu terus menerus meminta maaf dan mengatakan akan mengikuti segala kemauannya, hal tersebut justru semakin membuatnya larut dalam rasa bersalah.
Hari ini hari Sabtu. Maka pagi ini, selain membuat pancake bagi dirinya dan sang putra, Maura turut membuat sebuah kue. Ia juga hendak memberikan sebongkah kue tersebut pada Juan, suami sekaligus kakak tirinya.
Pria itu belum mengunjungi apartemennya dalam seminggu ini. Walaupun Stev tidak pernah menanyakan keberadaannya, Maura sedikit merindukannya dan berniat untuk memberikan surprise dengan mendatanginya di kantor perusahaan. Sedikit banyak Maura juga paham akan karakter Juan yang gila kerja.
"Stev, mommy akan ke kantor daddy. Mau ikut?" Maura bertanya usai memasukkan sebuah kotak bekal ke dalam paper bag. Ditatapnya sang putra yang kini tengah sarapan sembari menonton kartun animasi di ruang tengah.
"Dengan siapa mommy?" sahut Stev balik bertanya, ia buru-buru bangkit membawa piringnya ke dalam wastafel dan berniat untuk mencucinya sendiri.
Maura mengendikkan bahu, "Taksi? Supir pribadi suruhan daddy'kan hanya mengantar di hari kerja." Stev mengerjap serius, "Kita bisa menelponnya, mommy."
Senyum Maura terbit lalu menggeleng pelan. Ia memperhatikan penampilannya sekali lagi lalu menatap Stev yang sudah selesai mencuci piring. Anaknya itu sangat disiplin, bahkan ia akan marah jika Maura mencuci bekas piring makannya.
"Mommy, you're so pretty," celetuk Stev dengan cengiran manis lalu menghambur memeluknya, "Hati-hati. Jangan lama-lama, nanti Stev rindu!"
Maura terkekeh seraya menangkup pipi halus sang putra.
"Jaga dirimu. Jangan terlalu banyak bermain game dan tidur. Jangan makan makanan manis. Jangan minum minuman bersoda. Jangan membuat gaduh. Jika ingin keluar kabari mommy secepatnya," Stev memejamkan matanya erat kala sang ibu merocos panjang lebar.
"Mau menitip sesuatu?" tanya Maura.
Stev menggeleng, mengeratkan pelukan, "Stev ingin mommy cepat pulang saja."
Maura tersenyum lebar, sebesar apapun Stev, anak itu akan tetap bermanja-manja padanya. Ia bersyukur Tuhan menghadirkan Stev dalam hidupnya. Tanpa disadari, sedikit demi sedikit, Maura mulai bisa menerima semua masa lalunya dengan menganggap Stev sebagai anugerah.
*
Sebuah gedung pencakar langit yang asri dan bersih dengan nuansa biru laut menyambut indra penglihatan Maura ketika turun dari sebuah taksi. Tubuh rampingnya yang dibalut setelan berwarna hitam dengan rambut terikat rapi membuat dirinya sedikit terlihat mencolok. Apalagi dengan kulit dan wajah oriental khas Asianya yang berbeda dari beberapa orang.
Kedatangannya tak ayal langsung disapa sopan oleh beberapa pegawai. Mereka mengenalnya karena Juan mengundang mereka semua pada acara pernikahannya beberapa waktu lalu. Begitu tiba di lantai di mana ruangan sang kakak berada, Maura langsung dihadapkan oleh sosok sekretaris sang kakak yang menahannya untuk mendekati ruangan.
"Selamat pagi, Mrs. Mahendra."
Maura tersenyum mengangguk, "Pagi kembali. Apa suami saya berada di ruangannya?" tanyanya.
Wanita berwajah kaukasia dengan rambut blonde itu nampak sedikit ragu, "Beliau ada di ruangannya. Tetapi, mohon maaf saat ini beliau sedang kedatangan tamu penting," ujarnya tidak enak.
"Oh, tamu penting sepagi ini?" Maura melirik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan lewat. Ia mengangkat bahunya, "Siapa tamunya?"
Maura mengerutkan kening saat wanita itu menunduk dan menggeleng pelan, "Saya tidak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...