[4] Stev is a Good Boy!

1.3K 62 5
                                    

Di sinilah sosok mungil itu berada; di dalam bathtub berisi air hangat dengan bebek-bebek kuning mengambang di sekelilingnya. Namun hal itu tak cukup membuat sang empu yang dipenuhi busa merasa senang. Selain karena ucapan lembut nan dingin sang ibunda yang mengecam tindakan nakalnya sejam yang lalu di rumah tetangga, ia juga merasa kesal karena ia masih ingin bermain dengan Om Hantunya.

"Stev is a good boy, right?" 

Sebuah gosokan lembut terasa di kepalanya yang berbusa, Stev sontak mendongak lalu mengangguk semangat.

"Stev is a good boy, Mommy!" Maura tersenyum mendengarnya. 

"Right, kalau good boy berarti tidak boleh?" Maura sengaja menggantung ucapannya, tangan lentiknya dengan telaten menggosok rambut sang putra.

"Tidak boleh nacal!" sahut Stev.

"Good, lalu?" Kini tangan Maura bergerak membilasnya, membiarkan Stev mengerjap bingung.

"Ungg, tidak boleh panggil Om Hantu?" cicitnya ragu-ragu. Maura tersenyum kembali, kemudian bergerak mengambil handuk kuning bergambar minion yang menggantung di sisinya. Ia mengangkat tubuh kecil Stev untuk dilingkupi dengan handuk.

"Pintar! Stev tidak boleh panggil seseorang dengan sebutan hantu, sayang. Itu namanya tidak sopan." 

Maura mencolek pucuk hidung Stev yang membuat anak itu terkekeh manis, lalu menggendongnya menuju kamar. 

"Tapi Stev tidak tahu nama Om Hantu, Mommy," bibir Stev mengerucut kala Maura menurunkannya di atas kasur. 

Kamar Stev dihiasi warna kuning dengan gambar kartun Minion di beberapa sisi, termasuk beberapa boneka minion beragam ukuran yang berderet rapi di kepala ranjang. Anak itu sangat menyukai warna kuning dan kartun Minion.

"Tapi Stev dianugerahi Tuhan kemampuan untuk berbicara," Maura dengan lembut mengelap setiap inchi tubuh sang anak hingga tak ada satu tetes air pun yang tersisa, kemudian memakaikan dalaman serta baju padanya.

"Jika Stev tidak tahu, maka Stev harus bertanya. Itu baru namanya good boy," Stev menunduk sambil mengulum bibir bawahnya, perlahan kepala beraroma melon itu lantas mengangguk patah-patah. 

Maura tersenyum gemas, "Oh dan tidak semua perkataan orang dewasa bisa Stev ikuti, ya?" ingatannya tiba-tiba terbang saat membawa Stev yang basah kuyup memasuki rumah, ya bocah itu masih sempat melempar ledekan dengan pemuda tepung tempo hari. Namun yang mengejutkannya adalah saat mulut sang anak menyebutkan kata anjing yang sontak membuat Maura melotot kaget.

"Tapi'kan anjing lucu, Mommy," rengek Stev saat itu dengan mata berkaca-kaca.

Ia merengut takut saat sang ibu menatapnya tajam dan menolak berbicara, hal yang membuat bocah itu menahan tangis seraya menarik-narik pakaian depan Maura. Jadilah sesi mandi pagi Stev hari ini sempat diwarnai rengekan Stev serta Maura yang harus ekstra sabar menekan amarahnya.

"Tidak lucu. Kata anjing hanya boleh ditujukan untuk anjing, tapi tidak untuk manusia. Hanya bad boy yang mengucapkan kata-kata seperti itu. Stev mau menjadi bad boy?" Maura menatap dalam pada kedua netra bulat sang anak.  Stev sontak menggeleng ribut dengan mata berkaca-kaca, kedua tangan gemuknya langsung membingkai wajah sang ibu.

"No, Mommy. Stev tidak mau jadi bad boy! Hiks, Stev minta maaf, oce?"

Maura tersenyum teduh, dikecupnya kedua pipi berisi Stev yang memerah lalu pucuk hidungnya, "Oce, Stev anak Mommy is a good boy! Let's go, kita calapan!"

Stev tergelak kala Maura menggendongnya tiba-tiba kemudian berlari keluar kamar menuju ruang makan. Rumah minimalis itu kini menggemakan tawa bahagia keduanya. Maura hanya bisa tersenyum haru menatap anak laki-laki gembul yang kini tengah melahap semangat masakannya. Sebelah tangan lentiknya terulur untuk mengusap halus pucuk kepala Stev, hatinya sempat tercubit kala melihat bagaimana sang anak tertawa lepas bersama pemuda itu. 

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang