[15] Tamu Tak Diundang

858 49 6
                                    

"Stev! Main, yok!"

Pagi cerah di hari Sabtu, Arvie dengan setelan trainingnya telah berdiri di depan kediaman Maura. Lima menit kemudian, Maura membuka pintu rumahnya seraya menggandeng Stev yang telah rapi dengan wajah mengantuk 

"Stev, ini Pipi sudah datang. Katanya mau jalan-jalan pagi?"

Setelah membuka pintu gerbang, Maura yang masih terbalut piyama tidurnya bertanya seraya mencolek gemas pipi gembul sang putra yang menggembung lucu. 

"Stev maci ngancuk, mommy. Mommy caja yang pelgi belcama Pipi," jawab Stev melantur dengan kedua mata terpejam. 

Maura sontak menatap Arvie yang juga tengah menatapnya, keduanya berdeham pelan.

"Gimana sih jadi lakik loyo banget. Pagi-pagi harusnya semangat, kalau enggak nanti dipatok ayam!" Arvie mengambil alih genggaman Stev dari Maura. 

Stev menguap lebar, "Ayam?"

"Iya, ayam! Mau nyobain rasanya dipatok ayam?" 

Arvie lantas melepas genggamannya, lalu mengangkat kedua tangannya ke udara dengan gerakan mencapit, "Hayo, mau dipatok?" 

Stev terkikik, "Enggak! Mommy Pipina nakal!" ujarnya sambil bersembunyi di balik Maura. 

Bibir Maura tanpa bisa dicegah tersenyum lebar, Arvie yang melihatnya hampir meleleh di tempat. Untuk mempertahankan kewarasannya, ia lantas berbalik lalu merundukkan tubuhnya setengah jongkok, sehingga punggung lebar miliknya terpampang di hadapan Maura dan Stev.

"Ayo, naik. Kalau lama Pipi tinggal," ujar Arvie sedikit menahan malu.

Stev mendongak pada sang ibu, hingga satu anggukan darinya membuat tubuh mungil Stev menghambur menaiki punggung itu dengan tangan yang mengalung pada leher Arvie. 

Maura mengernyit melihat Arvie yang membisikkan sesuatu pada Stev, hingga tiba-tiba keduanya menoleh padanya bersamaan. 

"Kita berangkat ya, mommy!" ucap Arvie dan Stev penuh senyum. 

Wajah Maura memanas, beruntungnya tubuh tegap Arvie yang membawa Stev langsung berlalu pergi meninggalkannya. Ia menutup pintu dengan jantung berdegup kencang, mengapa kini mereka bertiga seperti ayah, ibu dan anak? Maura sudah gila. 

*

"Nah, kita istirahat dulu," Arvie menarik tangan kecil Stev pelan untuk duduk di sampingnya. Tepatnya di atas rerumputan hijau yang menghadap langsung pada lapangan besar yang kini ramai oleh beberapa orang berpakaian putih dengan sabuk hitam di pinggang.

"Itu apa, Pi?" tanya Stev dengan pandangan yang tertuju ke depan. Terdengar pula suara-suara serupa teriakan kala orang-orang itu mendorong kepalan tangannya ke arah depan, lalu disusul gerakan menangkis dengan kaki terangkat.

Arvie tersenyum tipis, ia membuka tutup botol air mineral di genggamannya lalu memberikannya pada Stev, "Itu namanya karate," jelasnya sambil menunggu Stev selesai meneguk airnya. 

"Kalate tu apa?" Stev mengusap bibirnya yang basah dengan punggung tangan tanpa mengalihkan pandangan.

"Seni bela diri, jadi kalau ada yang berniat jahat sama Stev. Stev bisa langsung mengusirnya dengan gerakan-gerakan seperti itu."

Arvie mengambil air mineral dari genggaman Stev lalu meneguknya sedikit, membiarkan fokus anak itu berada pada gerombolan pemuda-pemudi dari komunitas karate di kompleknya. 

"Stev, tahu enggak tujuan mereka belajar karate itu apa?" 

Stev menoleh cepat, "Untuk membela dili dali olang jahat?"

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang