Arvie menjadi topik hangat kampus. Sejak tubuh tingginya keluar dari parkiran dengan Karin di sebelahnya, semua orang lantas mulai berasumsi banyak hal. Mereka mulai melakukan cocoklogi dengan peristiwa anak kecil yang diakui Arvie sebagai anaknya. Tak sedikit yang beranggapan bahwa Arvie dan Karin adalah sepasang suami istri yang menyembunyikan status pernikahan mereka sejak lama hingga akhirnya Arvie berniat go public dengan membawa anaknya serta di acara kampus.
"Nah, sana urus administrasi lo. Gue mau ke perpus."
Arvie melepaskan tangan Karin yang bergelayut manja pada lengannya, perempuan itu sontak merengek, "Elo gak mau anter gue ke dalem? Tungguin ya, please?"
Arvie berdecak pelan seraya melirik sekitar yang kini berbisik-bisik menatap keduanya penuh tanya, "Gue masih punya urusan lain. Kalo ada apa-apa lo bisa telpon gue."
Karin memajukan bibirnya kesal membuat Arvie menepuk pucuk kepalanya dua kali lalu melenggang pergi meninggalkannya sendiri. Barulah saat itu beberapa mahasiswi yang memerhatikan interaksi keduanya sejak tadi mulai mendekati Karin.
"Kak, boleh kenalan gak?"
Karin menatap ketiga perempuan di depannya sangsi, "Gue Karin. Kenapa?"
"Kak Karin pacarnya Kak Arvie, ya?" tanya salah satunya dengan raut gemas.
"Eh, apa kakak istrinya Kak Arvie? Soalnya kemarin ada yang lihat kalian bawa anak kecil!"
Karin menatap raut-raut antusias di depannya dengan senyum miring, sepertinya memainkan sebuah drama tidak akan jadi masalah, toh nantinya Arvie akan menjadi miliknya, bukan?
*
Arvie menelisik tiap rak perpustakaan dengan earbuds di kedua telinga. Mata elangnya dengan serius meraih beberapa buku untuk kemudian dibawanya pada sebuah meja bundar paling pojok perpustakaan.
Ia untuk pertama kali tidak mengindahkan beberapa sapaan mahasiswa maupun mahasiswi yang menyapanya sejak pagi tadi. Arvie tidak buta dan tuli untuk mengetahui bahwa dirinya kini menjadi topik perbincangan banyak orang. Jadilah ia mengungsikan dirinya di perpustakaan sekaligus menambah amunisinya dalam menghadapi ujian akhir semester yang tinggal beberapa hari lagi.
Drrt.
Arvie meraih ponsel di sakunya dan melihat chat masuk dari Zidan. Pria itu bertanya tentang posisinya saat ini yang langsung dibalas oleh Arvie tanpa ragu.
Baru saja membuka helai pertama, Arvie terdiam kala mengingat sikap Maura pagi tadi. Ibu muda itu nampak menghindarinya, apa mungkin ucapannya sewaktu di pasar malam terlalu berlebihan dan membuatnya tidak nyaman? Tapi ia hanya mengatakan hal yang sejujurnya. Maura dan Stev memiliki tempat spesial di hatinya. Arvie masih waras untuk tidak menyatakan perasaannya secara langsung, namun dengan kalimat yang dilontarkannya waktu itu seharusnya Maura dapat menangkap maksudnya, bukan?
Apa mungkin Maura tidak menyukainya? atau mungkin saja Maura telah memiliki kekasih? Bukankah mustahil bila wanita itu masih mengharapkan mantan suaminya?
Ini semua membuat Arvie gila.
"Woy!"
Sebuah tepukan serta bisikan pelan terdengar di belakangnya. Arvie tersentak sedikit lalu menatap dua orang pemuda yang tersenyum canggung di depannya.
"Vie, gue sama Revan mau minta maaf soal kemarin," ucap Zidan hati-hati.
Revan mengangguk setuju di tempatnya.
Arvie mendengus, "Santai aja. Gue juga minta maaf udah berlebihan sama lo berdua. Harusnya gue gak sampai main fisik."
Senyum di wajah Zidan dan Revan sontak tertarik lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right There
RomanceArvie Jonathan (23) mahasiswa populer prodi ilkom mendadak memiliki musuh di seberang rumahnya. Bukan tanpa sebab ia membenci anak laki-laki yang dijulukinya tuyul itu, selain karena pertemuan keduanya yang tidak bisa dibilang baik, Arvie juga tidak...