[34] Maura dan Lukanya

594 40 0
                                    

Perjalanan malam ini terasa sedikit canggung dari biasanya. Hanya ada celoteh Stev yang mengomentari tiap objek di pinggir jalan serta suara bising kendaraan di sekelilingnya. Arvie berkali-kali melirik spion untuk memastikan keadaan Maura, sebab sejak menaiki motornya dengan terburu-buru wanita itu sama sekali tak bersuara. 

Hal itu membuat Arvie berinisiatif menjawab setiap pertanyaan random Stev dengan harapan anak kecil itu tidak menyadari bahwa ibunya sedang tidak dalam kondisi baik.

"Baiklah, kita makan di mana hari ini?" tanya Arvie sumringah.

Stev di depannya nampak berdengung keras seraya meletakkan dagunya pada bagian depan motor, namun tak lama anak itu mendongak bingung pada Arvie, "Stev, tida tau, Pipi."

Mendengarnya membuat Arvie sontak melirik kaca spion seolah bertanya tentang pendapat Maura, namun wanita itu hanya balas menggeleng pelan sambil terus merunduk. 

"Oke, Pipi kayaknya tau tempat yang pas."

Arvie tersenyum cerah, diam-diam sebelah tangannya turun untuk meraih cengkraman Maura pada ujung jaketnya untuk diletakkan di atas perutnya. Ia menepuk punggung tangan wanita itu beberapa kali sebelum kemudian fokus kembali pada jalanan di depannya. Perjalanan mereka akan sedikit panjang karena tempat yang dituju oleh Arvie berada sedikit jauh dari pusat kota.

Perlahan suara bising kendaraan tak terdengar lagi usai motor yang dikendarainya menanjaki jalan setapak besar dengan danau membentang di kedua sisinya. Kerlip emas lampu-lampu kecil di sekeliling jalan menambah kesan aesthetik yang membuat Stev kecil berbinar-binar. Aroma tanah basah menyeruak diiringi bunyi derit binatang malam seakan menyambut kedatangan ketiganya.  

"Nah, sudah sampai."

Arvie memarkirkan motornya di depan sebuah restoran sederhana tepi danau. Tempat minimalis itu dilapisi kayu jati serta dihiasi ornamen dedaunan yang menambah kesan alami.

"Pipi! Stev mau lihat kolam!"

Stev bergerak rusuh di atas motor membuat Arvie terkekeh lalu menurunkannya hati-hati, "Itu danau bukan kolam, cadel!"

Maura perlahan turun dari motor, ia lantas menggenggam tangan Stev untuk mencegah tubuh mungil itu berlarian ke sembarang arah. Maura bahkan tidak sadar kepalanya masih terbalut helm jika saja Arvie tidak sigap membantunya. 

"Ayo, masuk."

Arvie melihat sekeliling warung makan tersebut yang lengang lalu meminta seorang pelayan untuk memanggilkan seseorang. Tak lama sosok wanita paruh baya berkebaya nyentrik muncul dengan senyum terkejut.

"Wah, Arvie? Sudah lama budhe gak lihat kamu! Cepat cari tempat duduk!" selorohnya hangat yang langsung pemuda itu salami diikuti Maura dan Stev.

"Walah, budhe sudah tua ini. Kamu saja sudah menikah dan punya anak, tapi kenapa gak undang-undang budhe, lho?"

Arvie sontak menoleh pada Maura dan tersenyum canggung, ia mengedipkan sebelah mata pada wanita tua di depannya yang langsung diangguki secepat kilat. 

"O yasudah cari tempat duduk dulu sana. Nanti budhe siapkan makananmu sama si cah ayu dan anak lanangnya iku."

Ketiganya lantas mengambil tempat lesehan di luar ruangan yang langsung berhadapan dengan bentangan danau. Angin malam yang berembus bahkan terasa amat sejuk sebab membawa bulir-bulir embun . Aroma danau yang khas dan menenangkan juga menjadi daya tarik sendiri bagi pengunjung yang mampir ke warung makan lesehan ini.

"Kau sudah sering kesini?"

Arvie terlonjak begitu Maura akhirnya bersuara, wanita itu nampak lebih tenang seraya mengusap pucuk kepala Stev yang kini duduk di pangkuannya.

Right ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang