Part 2 : Zian Kembali

1.1K 55 16
                                    

Sudah tiga hari sejak Maudi menerima undangan dari Zian, maka sudah tiga hari juga jam tidur gadis itu semakin terganggu. Dalam satu hari Maudi bahkan hanya bisa tidur dua jam saja. Gadis itu pun tak mengerti, mengapa patah hati efeknya ternyata bisa sedahsyat ini? Dia pikir dia akan cukup kuat untuk menerima semua ini, ternyata tidak.

Derrt Derrt Derrt

Gadis itu melihat ada nama Indri tertera di ponselnya. Satu-satunya yang dia syukuri pada saat ini adalah kehadiran sahabatnya itu, yang selalu mengingatkan dia untuk tetap waras. Indri adalah orang yang setiap hari menanyakan apakah dia baik-baik saja atau tidak. Walaupun dia di Bandung dan Maudi di Yogyakarta, tetapi Indri selalu ada untuknya.

"Morning Mau Mau!!" sapa Indri dengan riang seperti biasa.

"Morning," jawab Maudi seadanya.

"Gimana hari ini bestie? Lo tidur berapa jam?" tanya Indri lagi. Dia memang sedikit bawel akhir-akhir ini, mungkin kerana dia tahu Maudi hampir menjadi orang gila karena semua permasalahan ini.

"Ya gitu lah kaya biasa."

"Ish berapa jam Mau Mau?"

"Dua jam," jawab Maudi dengan nada yang sedikit pelan. Dia tahu sehabis ini pasti dia akan diceramahi oleh sahabatnya itu.

"Anjir! Astagfirulloh Ukhti, aing mah ya cape punya besTAI kaya maneh! Udah aing bilang, udah geura jangan dipikirin, da kamu mah dipikirin wae atuh. Kamu teh mau sampe kapan kaya gini? Edan si Zian, sama aing kudu dikepret bulak balik ini mah, sini lah nomernya! biar sama aing dikasih pelajaran. Lo juga! Udah aing bilang kan ke psikolog, da ga diwaro anjir! Lo bisa gila Mau kalau kaya gini terus!" marah Indri. Jika sedang marah memang sundanya pasti keluar.

Mendengar ceramah dari sahabantnya yang panjang kali lebar kali tinggi, Maudi hanya bisa meringis. Sudah sebulan ini sahabatnya menceramahi Maudi untuk melupakan Zian. Bahkan sejak Maudi menerima surat undangan itu, dia semakin rajin memintanya untuk pergi ke psikolog. Karena pernah saat indri video call, dia melihat kantung mata Maudi yang sudah sangat menghitam efek kurang tidur, dan stress menghadapi revisian juga masalah percintaan yang tidak kunjung usai.

"Ya ini juga kan gue lagi usaha, lagian gue ga butuh psikolog, gue butuh distraksi doang ini tuh. Makanya kan  gue juga mulai nyoba jogging tiap pagi, da kalau ada distraksi mah aing juga ga kepikiran," jawab Maudi sesantai mungkin untuk menenangkan Indri di seberang sana.

"Emang kurang eta skripshit jadi bahan distraksi?" tanya Indri lagi masih dengan menggebu.

"Kecuali itu lah, gelo maneh mah! puguh aing juga kan stress salah satunya karena skripshit, ngebatin aing sama si dosbing dua, banyak mau," jawab Maudi dengan sedikit emosi karena mengingat dosen pembimbing duanya yang terlalu banyak mau.

"Lo butuh distraksi kan? Udah lah lo ladenin aja itu cowo-cowo yang di DM lo, banyak kan? Balatak kan? Atau atuh udah aja Lo ladenin itu si Andi, udah jelas-jelas dia peduli sama lo. Ngapain lo masih stuck di satu orang? Nih, kalau dia peduli, dia pasti nyamperin maneh ke Jogja jelasin semuanya, ini mah engga kan? Even ke chat pribadi aja kaga ada kan? Ngirim undangan aja bisa, masa ngejelasin mani ga bisa. Udah lah maneh jangan stuck sama cowo banci kaya gitu." Maudi tau jika saat ini dia ada di depan Indri habis lah dia di cubit oleh sahabatnya itu. Sudah jelas sekali Indri jengah dengan kelakukan Maudi yang masih stuck dengan Zian, tapi mau bagaimana lagi? Hati Maudi masih dipenuhi dengan nama Zian.

Lalu masalah Andi, bukan Maudi tidak tahu, tapi dia memilih untuk menutup mata dengan apa yang dilakukan Andi padanya. Sebagai wanita yang melihat perhatian-perhatian yang Andi berikan, sudah jelas itu lebih dari sekadar teman. Karena nyatanya teman-teman satu tongkrongannya yang lain juga memang memberikan perhatian, sebagai bentuk rasa simpati atas apa yang Maudi alami saat ini, tapi rasanya tidak ada yang seperhatian Andi kepadanya.

Bumble Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang