Part 8.2 : Indri dan Bumble

512 34 0
                                    

Pagi ini sesuai janji Indri, wanita itu datang ke rumah sahabatnya, untuk menemui Maudi yang kini sedang pulang ke kampung halamannya. Tepat jam sepuluh pagi Indri sudah tiba di kediaman keluarga Maudi, seperti biasa kedatangannya disambut hangat oleh Maudi dan ibunya.

"Eh ada neng Indri!" sapa Yurika begitu melihat ada satu motor vespa metic, yang terparkir di halaman rumahnya.

"Eh ibu!" balas Indri dengan riang sambil menyalami tangan Ibu dari sahabatnya itu.

"Apa kabar neng? Mani udah lama ibu gak liat neng Indri," tanya Ibu Ika.

"Baik bu. Ibu sekeluarga gimana kabarnya? Maaf ya bu baru main lagi ke sini hehe."

"Baik Alhamdulillah. Hayu sini masuk, itu Maudi ada di kamarnya, sok masuk aja," ujar Yurika sambil mempersilakan Indri masuk ke dalam rumahnya.

Setelah dipersilakan oleh sang empunya rumah, Indri pun melangkahkan kakinya menuju kamar sahabatnya itu. Jika Maudi sedang di Bandung, rumah ini menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh Indri hampir setiap minggu. Sejak SMA Maudi dan Indri memang tidak terpisahkan. Bahkan Maudi yang dulu masih polos dan belum mengenal cinta, sudah berkali-kali menjadi saksi hidup bagaimana Indri yang sering kali galau karena mantan pacarnya saat SMA, karena dulu mantan pacar sahabatnya itu hobi sekali berselingkuh.

"Ahhhh Bestie guehhhh," ucap Maudi sambil sedikit menjerit begitu dia keluar dari kamarnya. Maudi pikir sahabatnya itu belum datang. Maudi yang memang agak lelet dalam berdandan, seringkali membuat Indri harus menunggu lebih lama.

"Ihhh Maw Maw kangen!!" ucap Indri sambil merentangankan tangannya, lalu mereka pun berpelukan. Maudi buru-buru menarik sahabatnya itu ke kamarnya, sambil membawa beberapa camilan dan minuman langsung ke kamarnya khusus untuk sahabatnya itu.

Maudi sendiri memang sudah sampir tiga bulan ini tidak pulang ke Bandung. Saat masalah Maudi dengan Zian sedang berada di puncaknya, Maudi merasa segan untuk pulang ke rumah. Dirinya terlalu takut orang rumah akan curiga dengan gelagatnya yang lebih murung dan menutup diri. Tetapi setelah di pikir-pikir, pulang ke Bandung bisa saja menjadi solusi baginya, yang saat ini sangat membutuhkan rangkulan dan kehangatan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga dan sahabat. Karena sesunggunya distrkasi dari rasa sakit yang paling nyata adalah kasih sayang orang-orang di sekitar kita.

"So, kenapa lo akhirnya balik ke Bandung? Mana dadakan lagi," tanya Indri begitu mereka sudah sama-sama tenang duduk di kasur Maudi.

"Ya aing kangen aja lah, sama Bandung," bohong Maudi.

"Bohong siah! Maneh jangan nipu aing ya, kita temanan udah sampir delapan taun, gue tau kapan lo bohong kapan jujur," sergah Indri cepat begitu mendengar perkataan Maudi. Hal ini tentu membuat Maudi tertawa ringan. Sahabatnya ini lagi-lagi sangat paham dengan Maudi, membuat Maudi diam-diam menyimpan haru dalam hatinya.

"Kemarin tanggal enam Dri, sesuai yang udah gue kasih tau di telpon beberapa hari lalu, gue akhirnya dateng ke nikahan Mas Zian. Dan kemarin di depan mata gue, gue liat Mas Zian jabat tangan bapaknya Mariam buat ijab qabul." Maudi pun menceritakan semua hal yang dia lihat kemarin. Lagi-lagi ini membuat Maudi kembali mengingat momen kemarin, momen yang menyakitkan bagi Maudi.

Menyaksikan seseorang yang kita cintai menikah dengan orang lain adalah hal yang sangat tidak mudah. Jika ada orang yang mengatakan bahwa tingkat tertinggi dalam mencintai seseorang adalah ketika kita bahagia melihat dia bahagia walaupun tidak dengan kita, maka Maudi merasa semua itu adalah omong kosong. Nyatanya konsep mencintai seperti itu adalah mustahil. Manusia mana yang akan turut berbahagia melihat seseorang yang dia cintai menikah dengan orang lain? Mungkin memang akhirnya ikhlas itu akan datang. Tetapi nyatanya konsep ikhlas itu tidak pernah semudah apa yang dikatakan.

Bumble Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang