Part 69.1 : Surprise

272 19 3
                                    

Pagi ini setelah menyelesaikan sarapan paginya, Maudi tiba-tiba teringat pada semua hal yang terjadi antara dirinya dan juga Fawaz kemarin. Keputusan Maudi untuk mengizinkan Fawaz menemui kedua orang tuanya, membuatnya termenung pagi ini. Pasalnya Maudi bingung harus mulai dari mana untuk memberitahukan hal ini pada orang tuanya.

Maudi sebenarnya tidak siap membicarakan hal-hal semacam ini dengan sang ayah. Sebenarnya Maudi memiliki ketakutan tersendiri, jika saja sang ayah tidak menyukai laki-laki pilihannya. Beda halnya dengan sang ibu yang tidak terlalu rewel, ibunya itu mungkin akan aman-aman saja, secara sang ibu adalah ibu peri di rumah mereka. Tapi untuk ayahnya? Maudi justru ragu, sikap ayahnya yang sering kali protektif membuat Maudi merasa takut jika harus membicarakan hal-hal semacam ini dengan sang ayah.

Saat ini yang Maudi lakukan hanyalah menatap layar ponselnya, yang mana sedang menampakkan room chatnya bersama sang ayah. Apakah Maudi harus menghubungi sang ayah? Pikir Maudi yang masih bimbang.

Seharusnya, jika kini ayahnya itu sedang tidak sibuk, maka pria berusia 55 tahun itu pasti sedang istirahat makan siang. Dan biasanya, jika tidak sibuk, ayahnya itu akan menyempatkan diri untuk pulang ke rumah hanya untuk sekedar makan siang bersama ibunya. Jadi seharusnya ini waktu yang tepat untuk Maudi memberitahu ayahnya tentang Fawaz.

Setelah mengumpulkan keberaniannya, kini Maudi pun memutuskan untuk menekan tombol call dan menunggu sang ayah mengangkat panggilan telpon darinya. Sungguh ini adalah saat-saat yang sangat menegangkan bagi Maudi.

"Hallo, Assalamualaikum Teh Tari, apa kabar Teh?" sapa sang ayah, begitu sambungan telpon mereka terhubung satu sama lain. Mendengar suara ayahnya, jantung Maudi rasanya semakin berdegup kencang.

"Waalaikumsalam, ayah. Kabar Teteh baik, ayah gimana kabarnya?" sapa Maudi, sambil menggigit bibir bawahnya, untuk meredakan perasaan gugupnya.

"Ayah baik, Alhamdulillah, ada apa ini tumben telpon ayah siang-siang gini?" tanya sanga ayah.

"Emmh ini... Anu... Ayah lagi di kator atau di rumah?" tanya Maudi, rasa gugup itu semakin membuat Maudi ingin menghilang saja saat ini juga.

"Lagi di kantor, siang ini mau ada rapat paripurna soalnya, jadi gak sepet pulang, kenapa Teh?" tanya sang ayah lagi.

"Teteh mau ngomongin sesuatu sama ayah. Ayah gak lagi sibuk kan? Kalau ayah lagi sibuk nanti aja Teteh telpon ayah lagi, kalau udah di rumah," jawab Maudi.

"Engga ini lagi makan siang, mau ngomongin apa sih? Kayanya penting banget ya?" tanya sang ayah lagi.

"Emmmh... Mungkin ini penting... Jadi Teteh mau pulang ke Bandung nanti malem atau besok melem," jawab Maudi singkat.

"Oalah... Ya udah pulang mah pulang aja, biasanya juga bilangnya kalau udah di jalan, nanti ayah atau Farhan jemput kok tenang aja," jawab sang ayah. Mungkin ayahnya berpikir Maudi akan pulang sendirian seperti biasa.

"Teteh pulangnya gak sendirian, ada temen Teteh yang mau ikut Teteh pulang ke Bandung," tambah Maudi.

"Oh... Ya udah tinggal ke rumah aja, nanti ayah bilang ke ibu biar kamar tamu di siapin dulu," jawab sang ayah samih dengan nada bicara yang terdengar santai.

"Temen Teteh cowo yah," jawab Maudi pelan.

"Oh, mau numpang istirahat ya, kaya Bintang? Dateng aja atuh, gak apa-apa," jawab sang ayah, yang masih belum paham dengan apa yang Maudi maksud.

"Aduh gimana jelasinnya ya... Teteh bingung," jawab Maudi, sambil menggaruk jidatnya yang sebenarnya tidak gatal.

"Apa sih? Ayah gak ngerti, ngomong yang jelas geura jangan sepotong-sepotong." Kali ini sang ayah terdengar cukup kesal dengan kelakuan Maudi.

Bumble Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang