Part 24.2 : Bisakah Berkompromi?

248 20 0
                                    

Setelah kejadian sore hari tadi, Maudi merasa benar-benar ketakutan. Pria asing itu sempat melayangkan ancaman, bahwa dia akan menghampiri tempat Maudi. Yang membuat Maudi takut adalah pria itu mengetahui nama lengkap Maudi serta identitas kemahasiswaannya. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa ancamannya bukan lah isapan jempol semata.

Saat ini berbagai pikiran buruk melayang di kepala Maudi. Bahkan tadi Maudi sempat ragu saat akan memesan makan malamnya. Pasalnya, untuk mengambil makanan saja Maudi merasa ketakutan. Saat ini kamar kos adalah tempat teraman yang bisa Maudi pikirkan. Oleh sebab itu, Maudi memutuskan untuk mengurung dirinya di kamar, sejak sore tadi.

Sejak panggilan itu terputus, Maudi tidak berani lagi menyentuh ponselnya saking takutnya. Walaupun sejak tadi ponselnya sempat bergetar beberapa kali. Tetapi Maudi masih memilih mengabaikannya.

Derrt Derrrt Derrrt

Lagi-lagi ponselnya kembali bergetar. Maudi benar-benar takut untuk menyentuh ponselnya. Saking takutnya, Maudi memilih menahan laparnya sampai saat ini.

Dengan perasaan deg-degan Maudi akhirnya mencoba mengintip sedikit ponselnya yang terus bergetar. Sekilas Maudi tidak melihat nomer asing di sana. Karena penasaran, Maudi akhirnya melihat siapakah yang menelponnya tersebut. Dan saat Maudi lihat ternyata yang menelponnya adalah Fawaz. Maudi juga melihat, terdapat dua panggilan tak terjawab, dari Andi dan Fawaz. Namun rasa takut itu masih menghinggapi perasaan Maudi.

Saat ini Maudi memilih membiarkan ponselnya,tanpa mau mengecek ponselnya lagi. Namun lagi-lagi telpon bergetar, dengan jelas Maudi melihat nama Fawaz di sana. Akhirnya Maudi berubah pikiran. Maudi memilih mengangkat telpon tersebut dengan terburu-buru.

"Assalamualaikum Mas," jawab Maudi.

"Waalaikumsalam Maudi, kamu gak kenapa-kenapa kan? Dari tadi aku chat kamu, kamu gak bales," ucap Fawaz.

"Aku... aku tadi ketakutan banget." Entah mengapa, ditanya seperti ini oleh Fawaz, membuat Maudi merasa lebih lega. Maudi bahkan kini meneteskan air matanya.

"Hei... hei kamu nangis?" tanya Fawaz, dengan nada yang khawatir.

"Maudi tolong diangkat, aku alihkan ke video call ya," ucap Fawaz, dan Maudi pun menuruti perintah Fawaz.

Dari tempatnya Fawaz bisa melihat jika mata Maudi sudah sembab. Maudi tampak terlihat ketakutan. Sedangkan dari sisinya, Maudi dapat melihat raut Fawaz yang melihatnya heran, sekaligus khawatir.

"Kamu kenapa? Coba tenangin dulu tarik nafas... hembuskan...." ucap Fawaz sambil mencoba menenangkan Maudi.

"Tadi.... aku.... tadi.... sore.... ada yang hubungin aku.... aku gak bisa... aku kirim aja deh, cek whatsapp," ucap Maudi, sambil membekap mulutnya yang saat ini malah semakin menangis sesenggukan.

Maudi akhirnya memutuskan untuk mengirimkan rekaman suara kejadian tadi sore. Dirinya tidak sanggup lagi untuk menjelaskan semuanya dalam keadaan menangis seperti ini.

"Sebentar, aku dengerin dulu, kamu tenang dulu ya. Ada aku kok, tenang," ucapan Fawaz yang mencoba menenangkan Maudi, sampai akhirnya Maudi merasa benar-benar tenang.

Terjadi hening untuk beberapa saat, karena fawaz sedang mendengarkan rekaman suara yang Maudi kirim. Maudi masih mencoba untuk menghentikan isak tangisnya sebisa mungkin. Walaupun rasa takut itu masih ada sebenarnya. Tetapi setidaknya, Maudi memiliki orang yang bisa dia percaya, untuk mengadukan masalah tadi sore.

Sejak sore tadi Maudi merasa posisinya sendirian, karena saat ini Yuni tidak berada di kamarnya. Sedangkan Maudi juga tidak berani untuk melihat ponselnya, karena takut tiba-tiba menerima panggilan dari nomer asing lagi. Jadi mau tidak mau, Maudi menuntut dirinya sendiri untuk berani. Walaupun rasanya benar-benar menakutkan.

Bumble Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang