Part 17 : Distraksi ke Empat

317 21 0
                                    

Malam hari kembali menyapa Maudi yang saat ini masih duduk di hadapan laptopnya untuk mengerjakan skripsi. Di sela-sela perskripsian yang ada di hadapannya, entah kenapa kepala cantiknya itu kembali memikirkan tentang, apa yang saat ini Maudi inginkan dalam hidupnya? Apakah semua yang ada dihidupnya sekarang adalah sesuatu hal yang Maudi inginkan? Tapi hatinya menjawab tidak.

Malam hari, di saat pikirannya masih harus terfokus pada skripsinya, hati Maudi malah masih menjeratnya dengan berbagai rasa gelisah dan ketakutan tentang cinta. Perasaan itu masih selalu menggeregoti hati dan pikiran Maudi, hingga dirinya merasa mulai kehilangan jati dirinya sendiri.

Di tempat duduknya, Maudi menghela nafas kasar. Jujur saja sudah satu minggu sejak Maudi bertemu dengan Billi, pria Bumble ke tiga yang ternyata super red flag dan zonk itu. Hati dan pikiran Maudi serasa terus ditampar bolak-balik oleh kenyataan dan juga rasa takutnya akan cinta. Jika Maudi boleh marah kepada Tuhan, maka sudah seminggu ini gadis itu akan memaki takdir yang Tuhan berikan untuknya.

Jika ada kesempatan bagi Maudi untuk menyerah, maka dalam waktu seminggu ini Maudi akan menyerahkan semua yang dia miliki untuk berhenti. Maudi lelah dengan semua yang ada saat ini ada. Hanya rasa takut, gelisah, sedih, penyesalan, dan amarah, yang terus memeluk Maudi dalam pertengkaran batin yang belum juga usai sampai detik ini. Maudi lelah dengan semua isi kepalanya, semua pemikiran itu membuat suasana serasa riuh di tengah malam yang selalu sepi.

Sambil menjatuhkan dirinya dengan kasar di atas kasur, Maudi pun membuka ponselnya yang berada di samping nakas tempat tidurnya. Gadis itu mencoba untuk membuka whatsapp dan menghubungi sahabatnya Indri untuk sekedar berbagi cerita tentang hari ini.

Maudi
Driiiiiii, lagi santai gak lo? atau lagi ngedate?

Tanya Maudi begitu mengirimkan pesan tersebut pada Indri. Namun sahabatanya itu tidak kunjung membalas pesan Maudi. Maudi akhirnya mencoba mendistraksi pikirannya dari berbagai hal yang menjejal memenuhi kepalanya.

Membuka tiktok sudah, youtube sudah, membuka instagram sudah, tetapi rasa gelisah itu masih terus menghantui diri Maudi. Seminggu yang lalu jika Maudi merasakan perasaan gelisah berlebihan seperti ini, maka dirinya akan dengan mudah membuka aplikasi Bumble. Namun pertemuan terakhir Maudi dengan Billi yang kembali zonk, membuat Maudi sedikit takut untuk kembali membuka Bumble. Bukan takut karena bertemu dengan pria asing di sana. Maudi takutkan ketika dia bertemu dengan pria yang zonk di sana, dirinya takut jika akan semakin jatuh pada berbagai rasa takut yang dia rasakan. Perasaan takut bahwa tidak ada laki-laki yang dapat mencintainya dengan benar seperti yang Zian lakukan.

Bertemu dengan pria zonk di sana semakin menyadarkan Maudi, bahwa Maudi tidak akan bisa mencintai pria lain selain Zian, dan hal tersebut sangat menakutkan bagi Maudi. Bagaiaman pun, Maudi tidak ingin terus terjebak dengan bayang-bayang Zian, yang sudah jelas tidak akan pernah bisa dia miliki.

Saat ini bukan hanya pemikiran tentang Zian yang menerjang Maudi dalam kegelisahannya, tetapi pertarungan dua pendapat yang ada di kepala Maudi. Satu sisi diri Maudi mengatakan bahwa dirinya harus membuka Bumble sekarang juga, untuk meredakan perasaan gelisah yang ada di hatinya. Namun satu sisi diri Maudi juga mengatakan bahwa membuka Bumble hanya akan membuat Maudi semakin menyadari bahwa dirinya tidak bisa mencintai pria lain selain Zian, dan itu menyakitkan. Namun terjebak dalam rasa gelisah juga adalah sesuatu yang tidak mengenakan bagi Maudi.

Dengan menghembuskan nafasnya kasar, akhirnya Maudi pun membulatkan tekatnya untuk membuka aplikasi kuning tersebut. Sudah hampir dua minggu Maudi tidak membuka aplikasi tersebut. Terakhir kali Maudi membuka aplikasi tersebut, dirinya menswap kearah kanan dua orang pria, yang satu adalah Si Red flag Billi, dan satu lagi Maudi lupa namanya.

Bumble Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang