Part 12 - Golf

21K 1.8K 36
                                    

Aquinsha mempercepat langkahnya mendekat ke arah meja makan, kemudian membungkuk untuk memberikan kecupan bertubi-tubi di pipi Arshan. Membuat bocah itu berteriak kesal. Aquinsha tertawa. Mommy menegurnya membuatnya menarik kursi lalu duduk. Menatap Aslan dan Alaia yang juga hadir sarapan bersama mereka. Lalu beralih pada Arshan yang menatapnya kesal. Ia hanya menyunggingkan senyuman manis membuat bocah itu semakin merengut. "Kenapa sih gak suka dicium? Aunty wangi kok," ujarnya. Arshan hanya membuang pandangan seraya melipat tangan di dada.

"Kayak Papinya," sahut Mommy menggoda Aslan yang langsung melemparkan tatapan malas. "Tapi kalau Aya yang cium, Mas Aslan gak nolak ya, Nak?" lanjutnya.

Alaia tertawa ikut menggoda Aslan yang hanya menghembuskan nafas panjang.

"Mas Aslan suka dicium, Mbak?" Aquinsha ikut menggoda Aslan diiringi tawa menyebalkan membuat Aslan menatapnya kesal.

"Ya suka dong," Daddy yang menyahut. Membuat meja makan tersebut ramai karena gelak tawa. Suasana hangat menyelimuti keluarga tersebut. Mereka sarapan diringi obrolan ringan. Tentunya juga tentang bisnis yang akan Aquinsha bangun. Kemudian tentang tawaran untuk Alaia menjadi CEO di Prima Hospitals Group. Perusahaan pelayanan kesehatan yang merupakan anak perusahaan Janitra Group.

Alaia menatap Aslan lebih dulu. Suaminya itu mengangguk pelan membiarkannya bicara. Lalu kembali Daddy. "Bukannya aku gak mau menerima tawaran, Daddy. Tapi aku menikmati pekerjaanku sebagai dokter spesialis anak. Aku juga gak mau nantinya karena aku sibuk, begitupun Papinya Arshan, kami menjadi lupa memberi perhatian pada Arshan."

"Gak pa-pa. Karena yang paling utama itu perhatian ke anak," sahut Mommy dengan senyum lembut. Alaia pun ikut tersenyum. Kesibukannya sekarang sebagai Dokter Spesialis Anak pun menguras sebagian waktunya. Apalagi jika ia menjabat menjadi pemimpin sebuah perusahaan besar. Sudah pasti ia sangat sibuk, sama halnya dengan Aslan. Ia tak ingin Arshan yang masih butuh perhatian penuh, terabaikan.

"Oke." Daddy mengangguk. Maklum dengan keputusan menantunya tersebut. Kemudian pembahasan berubah semakin serius. Tentang dua pelaku yang meneror Aquinsha tempo hari. Polisi telah menutup kasusnya dan menyatakan jika mereka bunuh diri tanpa ada kejelasan motif si pelaku melakukan peneroran pada Aquinsha. Bahkan tak ada yang tau siapa di belakang dua pelaku tersebut. Yang artinya pelaku tersebut disuruh oleh orang yang besar sehingga tak ketahuan.

Mommy seketika cemas, Daddy menenangkan Mommy jika semuanya akan baik-baik saja. Banyak yang menjaga Aquinsha. Begitu pun yang lainnya.

"Apalagi sudah ada Radi. Mommy gak perlu cemas," sahut Aslan.

"Iya Mom. Radi selalu berada di sisiku." Seketika semua tatapan, kecuali Arshan, tertuju pada Aquinsha yang langsung tersentak menyadari perkataannya yang agak aneh. "Em maksudku, Radi selalu di dekatku ke mana pun aku pergi." Entah kenapa Aquinsha gugup. Apakah ia salah bicara lagi karena semuanya masih menatapnya. "Kenapa?"

"Ada krim di sudut bibirmu. Kamu kenapa sih makannya belepotan begitu?" Teguran Mommy membuat Aquinsha meringis pelan. Suasana kembali mencair. 

"Daddy jadi pergi main golf bareng Pak Sada?" tanya Mommy setelah Daddy selesai sarapan.

"Kenapa Pak Sada mengajak Daddy main golf bareng?" sahut Aslan dengan kening berkerut.

"Iya Daddy jadi pergi," sahut Daddy menjawab Mommy, kemudian beralih menjawab Aslan. "Daddy juga gak tau."

"Pasti ada udang di balik batu," ujar Aslan.

Daddy tersenyum. "Kalau maksudnya baik, gak pa-pa." Lalu menatap Aquinsha yang meletakkan alat makannya di atas piring. "Dek, ikut bareng Daddy, ya?"

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang