Part 40 - Penawaran (2)

14.5K 1.7K 118
                                    

Kedua mata Radi terbuka saat merasakan wajahnya basah. Hujan rintik mulai turun membasahi bumi. Radi mengangkat kepalanya, melihat ke belakang. Ternyata mobil tersebut berhasil berhenti meski jaraknya sangat dekat dengannya saat ini. Pengemudi tersebut segera turun, bertanya keadaannya. Tapi ia tak bicara. Lidahnya kelu.

Segera ia menatap Aquinsha yang belum sadarkan diri. Segera ia beringsut duduk, meringis sakit dan menahan sakitnya di tangan kirinya. Memindahkan kepala Aquinshs di pahanya. Mengamati sekitar. Ternyata bukan hanya mobil yang ia kenderai kecelakaan, tapi mobil yang mengalami benturan dengannya tadi.

"Sabar Pak, ambulance sebentar lagi datang."

Radi hanya mengangguk, tangan kanannya menengadah di atas wajah Aquinsha agar tak terkena hujan. Nafasnya memburu. Kini mereka basah akibat hujan.

Pakaian mereka yang berwarna putih semakin kotor. Yang kini tak sepenuhnya putih karena ada bercak darah.

Beberapa saat kemudian ambulance datang. Radi langsung berteriak agar para perawat tersebut mengangkat Aquinsha.

"Tangan Bapak ...."

"Kamu periksa dia dulu!" sela Radi tak mengindahkan perawat yang ingin memeriksanya. Bahkan saat mereka ingin membawanya ke ambulance lain, tapi ia enggan. Pada akhirnya ia satu mobil dengan Aquinsha. Tangan kirinya diperiksa oleh perawat, melakukan penangan pertama padanya. Ada beberapa serpihan kaca yang mengenai tangannya, leher, rahang, bahkan pipinya. Begitupun Aquinsha juga mengalami beberapa goresan di beberapa bagian badannya. Pun ada memar juga.

Penangan lebih lanjut dilakukan di rumah sakit.

Siku kiri Radi mengalami diskolasi ringan, itulah yang membuatnya terasa sakit, ngilu dan juga perih saat digerakkan.  

Dengan rasa gelisah karena memikirkan kondisi Aquinsha, Radi tak sabar saat ditangani dokter.

"Anda mau ke mana?" tegur dokter saat ia yang tiba-tiba bangun. Karena melihat Aquinsha yang dibawa keluar dari ruangan UGD tersebut. Radi mengatakan jika ia ingin melihat Aquinsha dan bertanya ke mana wanita itu dibawa pergi, tapi dokter dan perawat langsung melarangnya. Menjelaskan jika Aquinsha butuh penanganan lebih lanjut. Ia pun demikian, harus melakukan rontgen dulu untuk memeriksa bagian dalam badannya.

Radi diliputi rasa gelisah dan cemas menjalani serangkaian pemeriksaan. Bahkan saat perawat ingin memasang infus padanya, ia menolak. "Pak ..."

"Saya gak butuh ini!" bentak Radi.

"Ini demi kondisi ...."

Radi tak lagi mendengarkan. Segera turun dari brankar dan berjalan tergesa-gesa keluar dari ruangan yang terasa sesak tersebut. Tidak menghiraukan panggilan suster maupun dokter.

Menahan suster yang tadi ia lihat membawa Aquinsha, bertanya di mana wanita itu. Setelah tau, ia segera berlari ke ruangan tempat Aquinsha berada.

Ia mengurungkan niatnya untuk masuk saat Aquinsha tak sendirian di dalam. Mengintip dari luar, Aquinsha yang belum sadarkan diri. Bisa melihat wanita itu yang menggunakan penyangga di lehernya. Mata Radi memanas. Dadanya terasa semakin sesak. Nyonya Katya yang menangis, Tuan Ganesh yang diam seksama mendengarkan penjelasan dokter.

Mendengar suara langkah kaki mendekat dengan tergesa-gesa membuatnya menoleh. Radi tersentak saat Aslan tiba-tiba mencengkeram kerag kemejanya. Tangan kirinya yang kini diperban dan menggunakan penyangga, terhimpit membuatnya meringis sakit.

"Gak becus! Kenapa bisa kamu gak hati-hati saat menyetir?!" Aslan murka, menghantam punggung Radi di dinding. Aslan hendak bicara lagi, tapi seseorang yang keluar dari ruangan tersebut mengurungkan niatnya. Segera melepas Radi kemudian berdiri di hadapan Daddy.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang