Part 33 - Alphabet Dating

18.4K 1.7K 93
                                    

Aquinsha melepas blazer-nya, kemudian menghempaskan badannya di kursi dan bersandar nyaman. Merasa lelah setelah kurang lebih tiga jam lamanya meeting dengan specialty chef. Membicarakan menu-menu yang akan ada di toko kue dan rotinya. Mengeksekusi idenya untuk menjadi sebuah menu andalan nantinya.

Meski bisnisnya belum sepenuhnya berjalan, tapi ia telah memiliki kantor sendiri. Jika orang-orang tau ia hanya membuka toko kue dan roti, tapi telah memiliki sebuah kantor, pasti mereka mengatakan jika ia berlebihan. Karena alih-alih langsung membuka perusahaan besar, ia malah memilih sesuatu yang kecil di mata orang-orang yang tak ingin memulai dari nol.

Ya, bagaimana ya, Daddy memberikannya dan menyuruhnya untuk menggunakannya sementara waktu karena pembangunan gedung tokonya belum selesai. Kata Daddy, ia tak perlu lagi mencari tempat berdiskusi jika ada pertemuan. Pun nantinya, cepat atau lambat, usahanya akan lancar dan berkembang, ia tetap akan menggunakan kantor tersebut. Rencana Aquinsha yang ingin membangun perusahaan waralaba.

Aquinsha meraih ponselnya, ingin menghubungi Radi, tapi pintunya diketuk pelan membuatnya mengalihkan perhatian. Senyumnya melebar. Meski pagi tadi ia mendiamkan pria itu karena salah tingkah atas kejadian semalam. Wajahnya bersemu, seketika badannya meremang.

Ada rasa penyesalan karena mendiamkan Radi. Sekarang merasa sangat merindukan pria itu, padahal mereka berada di satu tempat, tapi karena ada meeting, mereka tak bisa bertatap muka karena Radi berada di luar ruangan.

Ia menyahut menyuruh seseorang itu untuk masuk.

Senyumnya langsung hilang, tapi kemudian kembali tersenyum. Hei! Ia harus tersenyum karena kedatangan Daddy!

"Daddy!" sapanya ceria, seraya berdiri. "Kok ke sini?"

"Emang kenapa kalau Daddy ke sini?"

Aquinsha tertawa pelan mendengar perkataan Daddy yang agak sewot. Memeluk sejenak Daddy dan tak lupa membujuk. Kalau 'tantrumnya' Daddy kumat, bisa berabe.

Daddy mengamati ruangannya yang sama sekali belum ia permak. "Kok tempatmu belum direnov?" tanya Daddy seraya duduk di sofa, ia ikut.

"Em sebentar lagi tokoku udah jadi. Di sana ada ruang pribadiku. Terus tempat ini ditinggalin. Nanti aja sekalian kalau aku mulai bisnis waralabaku," jelas Aquinsha lalu melanjutkan, "Aku gak boleh buang dana untuk sesuatu yang sebetulnya gak terlalu penting, Dad."

"Ck! Kamu itu anaknya Daddy, kenapa kedengeran kayak orang miskin sih?"

Aquinsha tertawa. "Aku kan udah bilang kalau aku mau memulai dari bawah dan tanpa bantuan Daddy dulu. Nanti deh kalau aku memulai bisnis besarku, Daddy bisa tanam saham. Ah aku bakal paksa Mas Aslan juga!" ujar Aquinsha menggebu-gebu.

Daddy tersenyum seraya mengusap kepalanya dengan lembut. "Kamu gak kepanasan pakai turtle neck begini?" Daddy menyentuh lehernya yang ditutupi kerah baju tersebut. "Sekarang lagi panas-panasnya lho. Kalau aja bisa Daddy gak pakai baju, Daddy gak bakalan pakai baju."

Aquinsha tertawa lagi. Daddy memang hanya menggunakan pakaian santai. Kemudian menyengir. "Ini namanya fashion, Dad."

"Terserah kamu."

Aquinsha cekikikan lagi. Mata Ganesh memicing menatap putrinya itu. Biasanya Aquinsha kalau ditegur, hal yang menurutnya benar akan membuat anaknya itu mengajaknya berdebat dengan ekspresi kesalnya atau masamnya, tapi saat ini Aquinsha terlihat sumringah.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang