Part 25 - Confess

20.8K 2K 74
                                    

"Hei Radi brengsek! Kamu gak usah sok ganteng. Kamu itu jelek! Gak pernah senyum! Bener-bener jelek!" Lalu Aquinsha tertawa. "Enggak kok. Kamu ganteng. Ganteng banget. Bagus kok kalau kamu gak suka tebar senyuman. Senyummu cuma buat aku! Kamu gak boleh bagi ke lain! Paham kamu!"

Nada bicara Aquinsha sangat manis, diiringi dengan tawa malu. "Aku sebenarnya suka sama kamu. Dari dulu. Tapi ... tapi kamu terlalu tua. Apalagi kamu pasti cuma anggap aku anak-anak. Ah kita juga gak selevel. Aku Tuan Putri dan kamu cuma rakyat jelata!" Kini nada bicara Aquinsha berubah dengan penuh rasa bersalah. "Itu dulu, pikiran aku yang labil. Sekarang aku sudah dewasa. Gak seharusnya aku mikir kayak gitu. Tapi ... tapi kamu gak suka ya sama aku? Cuma aku yang suka sama kamu? Ah gak-gak, aku bukan cuma suka sama kamu, tapi juga cinta! Cintaku sebesar bulan! Oh bukan sebesar bulan! Tapi sebesar alam semesta ini! KAMU HARUS TAU AKU CINTA SAMA KAMU RADI!"

Aquinsha memejamkan matanya kembali mengingat perkataannya semalam. Kenapa ia terdengar sangat brutal? Ia segera menyelesaikan kegiatan mandinya.

Tiba-tiba ia tersenyum saat sedang mengeringkan rambutnya. Menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya memerah. Aquinsha bagai gadis remaja yang sedang jatuh cinta.

Ah itu tidak salah, bukan?

Saat ini Aquinsha memang sedang jatuh cinta.

Ia tak akan mengelak lagi. Apalagi setelah ciuman ....

Aquinsha tertawa. Salah tingkah sendiri untuk menatap dirinya di pantulan cermin. Kemudian diam. Berpikir jika tadi bukan ciuman. Bibirnya dan bibir Radi hanya saling menempel.

Menggelengkan kepala, ia segera ke wardrobe room untuk memakai baju. Tergesa-gesa karena tak ingin membuat pria itu menunggu. Tawa bahagia kembali mengudara di ruangan tersebut. Aquinsha tak bisa menahan luapan kebahagiaannya.

Namun, saat berada di lantai bawah, berusaha keras untuk bersikap biasa saja. Melihat Radi yang duduk tenang dengan tatapan lurus ke arah televisi. Entah kenapa Aquinsha tiba-tiba merasa kesal. Tidakkah pria itu blingsatan sepertinya?

Menghembuskan nafas kesal. Bahkan Radi tak menoleh ke arahnya, padahal ia sudah berdiri di jarak yang dekat dengan pria itu.

Jangan-jangan hanya dia yang merasa senang?

Jangan-jangan hanya dia yang menaruh hati pada pria itu?

Aquinsha mencebikkan bibirnya.

Ah iya, mereka belum membahas hubungan mereka.

Setelah mencium Radi, segera ia berlari ke lantai dua, tapi tidak lupa berteriak melarang Radi untuk pergi. Ternyata pria itu benar-benar duduk diam. Bisakah ia berharap?

"Radi," panggilnya dengan nada manis. Radi akhirnya menoleh kr arahnya, pria itu masih tanpa ekspresi. Membuatnya berdecak pelan. Menghentakkan kakinya kemudian duduk di sebelah Radi. "Kalau aku mati, kamu seneng, gak?"

"Nona jangan bicara sembarangan."

Aquinsha mendengus kesal. "Radi, sekarang kita pacaran! Berhenti panggil aku 'Nona'!"

"Nona ..."

Mata Aquinsha melotot. "Semalam aku ungkapin perasaanku! Memang aku mabuk, tapi itu bener-bener isi hatiku. Dan sekarang aku sadar, sesadar-sadarnya mengakui itu!" ujar Aquinsha tegas. "Please jangan bikin aku makin malu kalau kamu nolak aku!" Aquinsha memasang ekspresi seakan-akan orang yang teraniaya bahkan memegang dadanya.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang