Aslan membuka setengah pintu kamar Aquinsha, menyusul adiknya itu setelah bertengkar dengan Daddy. Meski Aslan kerap kali bersikap cuek dan senang membuat Aquinsha kesal, tapi pria itu tetap seorang kakak yang sangat menyayangi sang adik.
Mengintip ke dalam melihat adiknya itu yang sedang duduk di sofa seraya memeluk kedua lutut. Sedang melamun. Ada sisa jejak air mata di kedua pipinya. Aslan menghela nafas pelan, mengetuk pelan pintu membuat Aquinsha tersentak dari lamunan dan menoleh menatapnya. "Mas boleh masuk?" izinnya.
Aquinsha mengangguk membuat Aslan pun masuk, kemudian duduk di sebelah Aquinsha. Tak ada percakapan selama beberapa detik berlalu, keduanya diam. "Wajar Daddy marah." Tipikal Aslan sekali, tak suka basa basi. Aquinsha mendelik ke arah kakaknya itu yang sedang menatap ke arah luar karena pintu balkon terbuka.
"Mas mau marahin aku juga?" sahutnya sinis. Aslan pun membalas tatapannya.
"Mas sudah pernah marahin kamu." Aquinsha mendengus pelan. "Sekarang umurmu dua puluh lima tahun, kan?" Aquinsha hanya diam, bahkan membuang pandangannya. "Kamu sudah dewasa. Kemarahan Daddy dua tahun yang lalu, apa gak membuat kamu merenung?"
Aquinsha terpekur.
Aslan menghela nafas pelan. "Apa yang Daddy lakuin itu demi kebaikan kamu juga. Jangan pernah berpikir Daddy gak sayang sama kamu. Dia sangat-sangat menyayangimu. Kalau dia gak sayang sama kamu, sudah pasti kamu gak ada di sini saat ini. Sudah pasti Daddy gak akan hadir hari ini."
Aquinsha langsung menatap Aslan. "Maksud Mas?"
"Kamu tau Daddy, Dek. Dan jangan pernah membuat kesalahan untuk ketiga kalinya."
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Aquinsha menggeliat pelan saat merasakan pundaknya ditepuk lembut. Kedua matanya terbuka dan langsung melihat wanita cantik dan rapi dengan senyum ramah. Berujar dengan nada lembut jika mereka telah tiba di tujuan.
Menggunakan penerbangan first class membuatnya merasa tidur di rumah.
Dua pekan lalu, setelah berlibur bersama keluarganya meski hubungannya dengan Daddy belum membaik, bahkan ia enggan bicara dengan Daddy. Mereka pulang tanpa Aquinsha. Tentu saja karena Daddy masih menentang keras kepulangannya.
Daddy benar-benar berniat membuangnya!
Pun ia yang juga masih marah tak akan pulang. Namun sekarang karena Mommy. Dua malam yang lalu Mommy menghubunginya diiringi derai air mata menyuruhnya tak pulang. Awalnya Aquinsha menolak, setelah itu menutup panggilan. Hingga kemarin pun ia langsung mengambil penerbangan. Pulang tanpa diketahui keluarganya ...
Ah seharusnya ia tak lupa jika Daddy tau apa yang selalu ia lakukan dan selalu tau keberadaannya.
Sudah pasti mereka tau dari bodyguard yang mengawasinya. Meski Daddy marah dan terkesan 'membuangnya', tapi pria itu tak akan membiarkannya lepas sedikit pun. Apalagi setelah kejadian ...
Aquinsha berdecak kesal jika mengingat hal tersebut. Ia tau jika ia salah, tapi apakah Daddy sampai harus melakukan hal ini padanya? Bahkan memiliki niat agar ia tak pulang ke tanah kelahirannya sendiri.
Aquinsha baru saja keluar dari area kedatangan saat melihat seseorang yang ia kenal telah berdiri di sana. Ia mendengus pelan. Segera seseorang itu menghampiri dan mengambil alih membawa barang-barangnya. Ia berjalan lebih dulu ke arah mobil seraya menaikkan tudung hoodie untuk menutupi kepalanya. Supir membuka pintu untuknya, ia pun masuk.
Seharusnya sudah ia duga jika orang tuanya pasti tau kedatangannya. "Siapa yang nyuruh kalian?"
"Nyonya, Nona."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta, Tahta, Cinta
ChickLitHarta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud. Tahta merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Cinta merupakan suatu emosi dari afeksi yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaa...