Part 24 - Gara-Gara Drunk Dialing

19.6K 1.8K 72
                                    

Meski masih pagi dan belum memulai aktivitas apapun, tapi ekspresi Aslan sudah kecut. Hal itu memancing dengusan geli Alaia yang sedang membantu pria itu memasang dasi. Aslan mode begini sangat persis dengan putra semata wayang mereka. Pun mengingat saat Aslan masih kecil. Juteknya membuat orang kesal sendiri.

Setelah memasang dasi, ia pun meraih jas dan membantu Aslan memasangnya. Hari ini ia tak ada jadwal praktek membuatnya berada di rumah. Bahkan tadi sempat mengantar Arshan ke sekolah. Kali ini mengurus suaminya tersebut yang suasana hatinya sedang kesal. "Kalau kayak gini terus kamu nantinya kelihatan lebih tua dari aku, padahal kita seumur." Alaia mengusap lembut kening Aslan yang mengernyit.
Aslan berdecak pelan, memutar badannya untuk meraih jam tangan dan memasangnya ke pergelangan tangannya. Sementara itu Alaia meraih parfum favorit Aslan dan menyerahkannya pada suaminya itu. Kemudian ia duduk di sofa yang ada di wardrobe room mereka tersebut. Menghela nafas pelan. Kekesalan Aslan bermula karena proyek mall yang direncanakan gagal.

Sebenarnya belum bisa dikatakan sepenuhnya gagal. Tempat yang telah ditandai dan juga orang yang bekerja sama dengannya entah kenapa tiba-tiba berubah haluan padahal mereka telah menyepakati sebelumnya, bahkan sudah ingin menandatangani surat perjanjian kerja sama.

Terakhir Aslan menelusuri hal tersebut dan menemukan hal yang membuatnya begitu kesal bahkan marah. Ternyata orang itu beralih bekerja sama dengan Sajiwa Land yang saat ini dipimpin oleh Ankaa Sajiwa.

"Kan masih ada plan B. Bukan cuma satu tempat itu aja kan?" ujar Alaia. Aslan adalah tipikal orang yang akan selalu menyiapkan 'cadangan' dalam urusan pekerjaannya. Mengetahui jika bukan hanya tempat tersebut yang ditarget untuk membangun sebuah mall besar.

"Bukan itu yang aku permasalahin," ujar Aslan. Ia menatap Alaia usai memakai parfum. "Si Sajiwa itu menawarkan kerja sama. Dia pikir setelah berhasil kerja sama dengan Om Hansa, mereka juga mampu mengajakku kerja sama? Merebut begitu saja apa yang aku rencanakan." Aslan mendengus pelan. "Satu lagi alasanku bertambah membenci keluarga Sajiwa itu." Bukan tanpa alasan Aslan mengatakan hal tersebut, karena memang dari dulu keluarga Janitra dan keluarga Sajiwa adalah saingan. Saling bersaing dalam hal apapun tanpa terang-terangan, tapi orang-orang dapat menebaknya. Bahkan saat pernikahan antara Jasver dan Nerissa, ada yang beberapa tak percaya jika kedua keluarga itu benar-benar akan menjadi satu keluarga.

"Soal perjodohan Aquinsha dan Ankaa Sajiwa?" Meski rumor tersebut mulai meredup, tapi awal munculnya begitu melesat tinggi sehingga sempat menjadi perbincangan di antara kalangan mereka.

"Walaupun Daddy menyetujui, aku tetep gak akan setuju. Lagi pula Aquinsha juga pasti gak mau." Aslan mendekat ke arah Alaia lalu duduk untuk memakai sepatu. Masih dengan menggerutu. Menegakkan punggungnya usai memakai sepatu. Tangan Alaia terulur untuk merapikan helai rambut Aslan yang turun ke kening, menaikkannya kembali. Lalu memajukan wajahnya dan mengecup pipi suaminya tersebut. Aslan langsung berhenti menggerutu, tapi ekspresinya tetap datar.

"Udah. Kamu berhenti ngomel. Mukamu tambah kecut."

"Satu kali lagi." Ekspresi Aslan tak berubah seraya menyodorkan pipinya yang lain. Alaia mendengus geli, memajukan wajahnya lagi untuk mengecup pipi kiri Aslan, tapi pria itu malah menggerakkan kepalanya hingga bibirnya menyentuh bibir Aslan.

"Aslan!"

"Apa sih? Kayak anak gadis aja," ejek Aslan dengan ekspresinya yang menyebalkan itu.

Alaia memberikan pukulan ringan di lengan Aslan yang hanya mendengus geli.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang