"Bekerja dengan Nona juga membuat saya terluka dan berdarah."
Aquinsha mengerjap pelan. Lalu mendengus pelan seraya melipat tangan di dada. "Kalau orang lain denger perkataan kamu, mereka bisa salah paham lho."
"Salah paham bagaimana?"
Aquinsha memutar bola mata malas. Ia tau pekerjaan sebagai bodyguard memang agak berat. Tapi bukankah mencari uang dengan cara berkelahi lebih beresiko?
Seingat Aquinsha, sejak Radi bekerja sebagai bodyguard-nya, pria itu tak pernah mendapatkan luka fisik. Jadi, apa maksud pria itu terluka?
Bibir Aquinsha terkulum, berusaha menahan dirinya agar tak tersenyum dan menahan dirinya agak tak besar kepala. Jangan sampai ia salah paham atas ucapan pria lempeng itu!
"Jadi gimana? Kamu mau kerja lagi, gak?" Aquinsha mengangkat dagunya, bersikap bossy.
"Saya gak mau."
Aquinsha menghela nafas kesal. "Pikir-pikir dulu deh!"
"Saya gak mau."
"Saya kasih kamu waktu tiga puluh menit untuk mikir."
"Saya gak mau."
Kedua sudut mata Aquinsha berkedut menahan kesal. Menurunkan kedua tangannya, ia berhenti bersidekap. "Radi ..." panggilnya pelan, tapi penuh penekanan. Menatap lurus pria itu yang masih tanpa ekspresi. "Pokoknya kamu harus jadi bodyguard-ku lagi!"
"Nona ..."
"Enggak! Enggak ada penolakan!" sela Aquinsha tajam. Terkesan memaksa, tapi ia harus melakukan ini agar pria itu kembali menjadi bodyguard-nya untuk menebus rasa bersalahnya.
Ya rasa bersalah karena dirinya Radi kehilangan pekerjaan.
Aquinsha menanamkan alasan tersebut pada dirinya agar alasan lain yang selalu muncul sejak tau Radi tak lagi bekerja padanya menghilang.
Radi tetap tenang menghadapi Aquinsha yang memaksanya. Sudah biasa wanita itu bersikap tak ingin dibantah, bahkan kini meski posisinya ia tak lagi menjadi bodyguard wanita itu, tapi tetap saja wanita itu bersikap bossy.
"Nona sebaiknya pulang."
Aquinsha menatap tajam Radi, tapi pada akhirnya keluar dari sana. Radi benar-benar menyebalkan! Rutuknya dalam hati.
Apakah pria itu tak merindukannya?
Eh kenapa juga pria itu merindukannya?
Aquinsha berdesis kesal, segera berjalan menuju ke arah luar. Langkahnya berhenti karena bingung di mana jalan keluar dari tempat tersebut karena tadinya ia masuk ke tempat arena tarung, bukan di sini yang merupakan lorong panjang.
Apakah ia harus kembali ke tempat arena tadi?
Ia pun memutuskan kembali ke sana agar bisa menemukan pintu keluar.
Langkahnya terhadang saat hendak keluar dari sana dan ada lima pria yang berdiri di dekat pintu. Tatapan mereka langsung tertuju padanya. Tatapan yang membuatnya risih.
"Eh Neng mau ke mana?"
"Waduh ada bidadari tersesat nih!" Siulan menggoda dan tawa pria itu membuat Aquinsha sangat ingin melempar mereka menggunakan high heels yang ia pakai saat ini, tapi ia mencoba bersabar. Memilih memutar haluan, lebih baik ia menelusuri lorong tersebut mencari pintu keluar daripada harus melewati sekumpulan preman kampung itu.
"Eh cewek cantik mau ke mana?!"
"Jangan tinggalin Abang, Neng!"
Aquinsha mempercepat langkahnya saat mendengar sahutan-sahutan tersebut. Apalagi mereka mulai mengejar diiringi tawa yang membuatnya bergidik ngeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta, Tahta, Cinta
ChickLitHarta merupakan segala kekayaan yang berwujud maupun tidak berwujud. Tahta merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Cinta merupakan suatu emosi dari afeksi yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaa...