Part 41 - Marah

17.2K 1.6K 97
                                    

Baru saja Jasver membuka pintu di hadapannya, ia langsung mendengar suara teriakan frustasi Nerissa. Kamar inap VVIP itu kini berantakan karena ulah Nerissa sendiri. Baik suster maupun dokter kewelahan menenangkan wanita itu. Sudah tiga hari Nerissa seperti ini pasca kehilangan janinnya.

Meski tak mencintai Nerissa, tapi Jasver juga merasakan kesedihan. Jasver masih punya hati, jadi ia juga bersedih atas kepergiaan anaknya.

Nerissa yang menyadari kehadiran Jasver yang berdiri di ambang pintu segera menghampiri Jasver. "Dari mana saja kamu, Mas?! Dari mana?! Pasti kamu dari bertemu dengan Aquinsha, kan?! Iya, kan?!" Nerissa memberondongi Jasver dengan berbagai tuduhan. Mengguncang badan Jasver yang hanya menatapnya dingin. Sejak ia sadar tiga hari yang lalu, ia sama sekali tak melihat Jasver membuat perasaannya semakin tidak karuan. Di saat ia merasa amat tertekan dan juga bersedih, suaminya itu sama sekali tak berada di sisinya.

Hal yang tak Nerissa tau jika Jasver menyendiri. Ada perasaan bersalah karena tak terlalu memperhatikan kandungan Nerissa, padahal itu anaknya. Merenung jika mungkin ini hukuman dari Tuhan, agar membuatnya sadar jika ia tak boleh abai pada anaknya sendiri.

Tentu saja tuduhan Nerissa membuatnya marah. Ia segera menepis dua tangan Nerissa yang mencengkeram kerah bajunya. "Kenapa kamu selalu berpikiran seperti itu?!" desis Jasver. Muak karena Nerissa terus-menerus menghubungkan antara dirinya dan Aquinsha.

Nerissa mengacak rambutnya yang semakin tidak karuan, matanya memerah. Jejak-jejak air mata sangat kentara di wajah wanita itu. "Gara-gara Aquinsha aku kehilangan anakku!!" jeritnya frustasi.

"Kenapa kamu nyalahin Aquinsha?! Salahmu sendiri yang gak hati-hati!!" Jasver muak menghadapi Nerissa yang tak bisa tenang. "Kamu harus sadar! Kamu sendiri yang salah!" Mengingat tentang kecerobohan Nerissa sendiri yang berlari menaiki tangga membuat Jasver menghela nafas kasar. Pun pertengkarannya dengan wanita itu. Juga pengakuan Nerissa tentang mencelakai Aquinsha.

"Kamu nyalahin aku?!!" Mata Nerissa melotot, kembali menjerit yang membuat suaranya semaki parau.

"Apa benar yang kamu katakan, kamu mencoba mencelakai Aquinsha?!" tanya Jasver tajam.

"Iya!! Dia harus mati!! Dia harus mati!!"

Jasver menghembuskan nafasnya kasar. Tatapannya berkilat tajam. "Kamu ..." Menunjuk Nerissa yang sama sekali tak gentar ataupun takut usai mengaku.

"Gara-gara kamu aku kehilangan anakku!!! Semuanya gara-gara kamu!!" sela Nerissa diiringi tangis.

"Apa?!" Jasver menoleh mendengar suara itu. Menatap ke arah ibu mertuanya yang baru masuk bersama dengan nenek mertuanya.

"Mama!" Nerissa segera menghambur ke arah Mama dan memeluknya. "Mas Pir ... semuanya salah dia. Di-dia dorong aku dari tangga."

Hapsari terkejut, begitpun ibu mertuanya. Tiga hari ini Nerissa tak mau bicara ketika ditanya sebenarnya yang terjadi. Pun Jasver yang sama sekali tak menampakkan diri usai janin berusia enam bulan tersebut dikuburkan. Jadi mereka tak tau penyebab keguguran Nerissa.

Jasver terkejut mendengar pengakuan Nerissa yang menyalahkannya.

"Jasver!" sahut Oma tajam. Jasver tentu saja langsung menampik tuduhan tersebut.

"Kamu jangan asal tuduh, Nerissa! Kamu sendiri yang jatuh!!" bentaknya pada Nerissa, tak bisa lagi menahan diri agar tenang.

Nerissa semakin mengeraskan tangisnya.

Jasver menatap tak percaya wanita itu yang beberapa saat yang lalu terlihat begitu bengis, kini terlihat teraniaya, seolah-olah adalah korban.

"Jasver!!" tegur Hapsari. "Tega-teganya kamu berbuat seperti itu! Kamu membunuh cucu saya!!" Hapsari menunjuk Jasver.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang