Part 44 - Pulang

16.8K 1.9K 79
                                    

Aquinsha menyunggingkan senyuman saat Bu Jamal masuk ke kamar. Sejak dua hari yang lalu, wanita paruh baya itu yang mengurusnya. Mengantar makanan dan memberikannya obat. Hal yang membuat hati Aquinsha tercubit karena bukan Radi yang merawat di saat ia sakit. Pun meski mereka satu rumah, mereka tak pernah bertatap muka. Aquinsha selalu berada di kamar, ia akan keluar jika pergi ke kamar mandi. Tak sedetik pun Radi masuk ke kamar dan menanyakan keadaannya.

Perasaan tak diinginkan membuatnya sangat bersedih dan sakit hati. Apalagi jika pria itu ingin mengganti pakaian, maka yang masuk Junior. Pria itu benar-benar menjaga jarak darinya. Apakah Radi tak mencintainya lagi?

Aquinsha berhenti melamun saat Bu Jamal bertanya keadaannya. "Keadaan saya sudah membaik, Bu." Suhu badan Aquinsha mulai normal, meski kepalanya masih pusing, tapi tak seperti kemarin yang terasa berat.

"Nak Aqu-in-sha mau mandi?" tanya Bu Jamal usai menaruh teh hangat di meja. Seperti kemarin, wanita paruh baya itu masih saja kesusahan memanggil namanya.

Aquinsha tertawa pelan. "Panggil Sha aja, Bu. Saya biasa dipanggil seperti itu."

Bu Jamal tersenyum malu. Kemudian berujar, "Saya kira nama panggilan Nak Sha itu, 'Nona'. Karena saya selalu mendengar Nak Junior memanggil kamu dengan panggilan 'Nona'?"

"Sha aja, Bu," ujar Aquinsha. Meski Bu Jamal adalah istri dari Pak Jamal yang membantu mengurus kebun milik Radi. Bu Jamal juga sesekali membersihkan rumah Radi ataupun menyiapkan makanan. Tapi Aquinsha tak ingin semena-mena, apalagi Bu Jamal memanggil Radi dengan sebutan 'Nak', jadi ia pun ingin demikian.

Apalagi Radi tak lagi bekerja sebagai bodyguard-nya.

Memangnya dia siapa?

Aquinsha terpekur. Lalu bagaimana hubungannya dengan Radi saat ini? Apakah mereka masih sepasang kekasih?

Aquinsha kembali dibuyarkan oleh Bu Jamal, mengulang pertanyaan apakah Aquinsha ingin mandi. Karena sudah tiga hari tak mandi membuat Aquinsha mengangguk mengiyakan. Pun entah bagaimana aroma rambutnya saat ini yang terasa sangat lepek. Badannya pun beraroma minyak kayu putih dan terasa lengket.

Bu Jamal pamit lebih dulu menyiapkan air hangat untuk ia pakai mandi.

Aquinsha menyeruput teh madu usai meneguk air minum. Tatapannya tertuju ke arah luar, pemandangannya terlihat bagus.

Aquinsha memutuskan keluar dari kamar. Berdiri diam mengamati sekitar ruang tamu. Hanya terdapat dua kursi kayu panjang saling berhadapan, dipisahkan oleh meja kayu. Tak ada perabotan lain, pun ukuran ruang tamu tersebut tak seluas dapur, mungkin karena diapit dua kamar.

Aquinsha melangkah menuju ke arah dapur. Menyibak tirai yang menutupi area tersebut. Bagian dapur agak luas karena ada area masak, makan, kamar mandi.  Benar-benar di rumah itu hanya memiliki perabotan seadanya, yang memang  dibutuhkan. Meja makan berukuran kecil dan berkaki pendek sehingga mereka makan lesehan, pun meja makan itu bisa dipindahkan sehingga area dapur tersebut tak terlalu sesak. Karena meja akan diletakkan di tempatnya jika orang ingin makan.

Ia melihat Bu Jamal yang sedang memanaskan air. Mereka berbicara sejenak, kemudian Aquinsha keluar dari rumah melalui pintu belakang.

Hal yang langsung menjadi objek pandangannya adalah sosok Radi yang sangat ia rindukan. Jarak mereka sangat dekat, tapi entah kenapa Aquinsha merasa jauh yang membuat kerinduannya menggebu-gebu hingga merasakan sesak di dadanya.

Pria itu hanya menggunakan celana, sedang menggemburkan tanah. Seluruh badannya basah karena keringat.

Meski terhitung sudah tiga hari berada di sini, tapi Aquinsha baru kali ini memperhatikan Radi yang tak menyadari jika ia berdiri di ambang pintu belakang. Rambut pria itu panjang hingga menutupi tengkuknya, pun ada bulu di rahang, dagu dan atas bibirnya yang membuatnya terlihat begitu sangar. Pun kulit Radi yang gelap dari yang biasanya. Mungkin karena pria itu benar-benar telah menjadi petani.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang