Part 3 - Bodyguard

37.9K 2.9K 49
                                    

Aquinsha melangkah dengan anggun, tetap tenang meski hatinya mendidih karena gejolak emosi yang ia rasakan. Segera ia masuk ke dalam mobilnya. Kemudian menghubungi dua temannya yang sangat kurang ajar itu. Tapi mereka tak menjawab panggilannya. Alhasil ia mengirim pesan kepada mereka. Menumpahkan segala kemarahannya. Sudah pasti alasan mereka ingin bertemu bukan hanya karena merindukannya. Pasti karena suruhan Jasver.

Setelah itu, ia pun beralih ke sebuah nomor yang telah lama tak ia hubungi.

Ia terdiam, kemudian membuka blokiran nomor tersebut lalu meneleponnya.

Keningnya mengernyit karena nomor tersebut tak bisa dihubungi yang berarti sudah tidak aktif. Apakah pria itu mengganti nomornya?

Segera ia menurunkan kaca jendelanya kemudian berteriak. "Radi!!! Radi!!!" Ia tau jika pria itu ada di sekitarnya. Bukankah itu tugas setiap bodyguard yang bekerja bersama Daddy?

Sejak ia beranjak dewasa, bodyguard-nya tak pernah lagi menemaninya dengan terang-terangan. Radi merupakan pimpinan dari bodyguard yang menjaganya, itulah yang ia ketahui.

Hingga suaranya habis dan ia menjadi pusat perhatian di parkiran tersebut. Segera ia menaikkan kaca jendelanya.

Ke mana pria itu?!

Sudah berapa lama mereka tak bertemu? Atau lebih tepatnya tak melihat pria itu?

Aquinsha mencoba mengingat.

Apakah sejak dua tahun yang lalu?

Kemarin sesaat ia tiba di bandara, ia sempat melihat salah satu bodyguard. Itu bukan Radi. Memang pria itu jika bekerja sangat totalitas. Jika Daddy mengatakan agar ia tak terlihat, maka ia akan benar-benar berkamuflase layaknya bunglon. Tak bisa dilihat.

Aquinsha mendengus pelan. Bahkan bodyguard-nya yang lain pun tak muncul.

Mengetuk-ketukkan jarinya di kemudi, ia berpikir sejenak.

Jangan sampai bodyguard-nya itu melapor pada Daddy jika ia baru saja bertemu dengan Jasver.

Segera ia kembali terpekur dengan ponselnya sejenak.

Menaruh ponselnya kembali lalu melajukan mobilnya. Ia menaikkan volume sekeras-kerasnya dan bernyanyi dengan suara kencang.

Karena waktu sudah menunjukkan sore hari yang pastinya sedang macet membuatnya memilih memutar haluan. Mencari jalan pintas hingga ia berada di jalan yang sunyi.

Sesekali melirik ke arah kaca spion.

Matahari mulai terbenam membuat cahayanya begitu menyilaukan. Ia pun menggunakan kacamata hitam untuk menghalau cahaya. Saat melirik ke arah kaca spion, ia telah melihat dua motor. Mulai menaikkan kecepatan mobilnya, tapi ia segera menginjak rem saat dari depan ada dua motor yang menghadangnya.

Mobilnya pun dihadang depan dan belakang. Ia tetap tenang. Jarinya mengetuk pelan kemudi. Berhitung di dalam hati. Belum selesai hitungan kedua. Ia telah melihat jika empat pengendara tersebut kini sedang menghadapi empat pria yang berpakaian serba hitam.

Empat begal tersebut lari tunggang langgang, melupakan motor mereka. Kini Aquinsha sudah keluar dari mobil. Bersandar di body mobil seraya melipat tangan. "Ck. Tadi aku panggil kalian, tapi kalian gak muncul!" serunya kesal luar biasa.

"Soalnya Nona cuma memanggil Bang Radi." Mata Aquinsha memicing dibalik kacamata menatap salah seorang pria yang tak berotot seperti pria lainnya. Pria yang lebih muda darinya itu.

"Raju ngapain kamu di sini?"

"Aduh Nona Aquinsha kayak Bapak saya saja manggilnya Raju. Panggil Junior saja, Nona," balas pria itu malas. "Lagian kenapa sih Nona pergi ke jalanan ini? Apa Nona gak tau kalau jalanan ini sarangnya begal?"

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang