Part 34 - Mencari Tau

16.8K 1.7K 106
                                    

Kedua matanya terbuka dengan pelan dan ia kembali merasakan sakit yang luar biasa. Sakit yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan nafasnya mulai tersengal. Membuatnya menyesal membuka matanya karena ia kembali merasakan sakit tersebut.

Pandangannya memburam, melihat wajah seseorang yang ekspresinya begitu kalut dan ketakutan. Badannya yang terasa melayang bergerak membuatnya menebak jika saat ini ia sedang digendong.

"A-ayah?" Bocah itu memanggil sang Ayah yang menunduk sekilas. Bisa melihat jika ayahnya menangis, kedua matanya memerah. "I-ibu, Ra-Rajani," katanya terputus-putus. Dadanya terasa sesak. Seluruh tubuhanya terasa sakit. Pundak kiri, lengan kiri dan pinggang kanannya terasa sangat menyakitkan. Mengingat Ibu dan Rajani yang disiksa orang-orang berbadan besar tersebut. Bahkan ia juga korban penyiksaan. 

Pendengerannya hanya samar-samar. Entah apa yang Ayah katakan, tapi ia menangkap gerakan bibir Ayah yang mengatakan agar ia bertahan.

Lari Ayah mulai pelan hingga berhenti. Entah Ayah bicara dengan siapa, lalu tak berapa lama badannya masuk ke dalam sebuah mobil. Ayah memandang wajahnya dengan kedua mata merah yang berkaca-kaca. Tangan besarnya mengusap wajahnya dengan lembut. Kemudian mengecup kepalanya. Pintu ditutup. Ayah tak masuk bersamanya di mobil. Lewat kaca spion kiri mobil, ia melihat Ayah yang berlari ke berlawanan arah dari laju mobil.

Ia sangat ingin berteriak. Berteriak memanggil Ayah, tapi seluruh badannya terasa lemas dan suaranya tak dapat keluar. Hanya bisa menjerit di dalam hati. Mulai menangis tersedu-sedu. Dadanya semakin sesak.

Sangat sakit.

Sangat pedih.

Seketika kedua matanya terbuka, dadanya kembang kempis dengan cepat. Nafasnya memburu. Ia merasakan seluruh badannya bekeringat padahal ia berada di dalam kamar yang dingin.

Beringsut duduk, ia meremas rambutnya. Menoleh ke arah kanannya menatap Aquinsha yang mengerjapkan mata kemudian mata itu terbuka sempurna. "Radi?" Aquinsha langsung bangun. Ekspresinya begitu cemas menatapnya.

Menceritakan masa lalunya yang selama ini tertutup rapat tentunya kembali membuka luka lama. Alasannya selama ini tak pernah memberitahu siapapun, bahkan ingin melupakannya.

Aquinsha bertanya pada Radi, tapi pria itu hanya diam dengan tatapan tajam. Ia pun menarik pria itu dan memeluknya. Memberikan pelukan hangat. Setelah mendengar masa lalu Radi yang begitu kelam membuatnya ikut merasakan kesakitan pria itu. Sudah bisa menyimpulkan apa yang membuat Radi bersikap tertutup dan tak bisa berekspresi.

Aquinsha tak bisa menahan tangisnya. Tadinya saat mendengar cerita Radi sebelum mereka tidur, ia berusaha keras agar tak menangis. Tapi kali ini ia tak bisa menahan tangisnya.

"Hei, kenapa nangis?" Suara Radi mengalun pelan, tangan pria itu kini mengusap punggungnya.

Aquinsha menarik diri, tanpa menjauhkan dirinya dari Radi. Menangkup wajah Radi. Kedua mata Radi terlihat memerah. Segala emosi terpancar jelas di mata pria itu. "Pa-pasti berat buat kamu. Tapi sekarang kamu gak sendirian. A-ada aku. Kamu gak sendirian lagi, Radi," ujarnya terbata-bata.

Pria itu mengunci tatapannya, kemudian menekan punggungnya dan memeluknya. Kepalanya terkulai di pundaknya. Aquinsha mengusap kepala Radi dengan sayang, bahkan beberapa kali mengecupnya. Berharap agar pria itu tenang. Ia pun menahan diri agar tak menangis lagi karena tak ingin membuat Radi semakin sedih.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang