Part 42 - Bagai Rapunzel

16.2K 1.7K 130
                                    

Aquinsha marah, merajuk dan rasanya ingin mengamuk. Tak percaya dengan tindakan Daddy yang melarangnya ke mana-mana. Penjagaan di rumah sangat ketat, bahkan jika ia berteriak dan mengancam mereka semua agar mengizinkannya keluar, ia tak digubris sama sekali. Aquinsha tau jika di rumah ini Daddy yang paling berkuasa, tentu saja para pengawal itu tak akan mendengarnya. Pun Mommy yang saat itu membelanya entah kenapa kini berpihak pada Daddy. Hal yang membuatnya semakin muak.

Aquinsha meraih ponselnya. Untuk ke sekian kalinya menghubungi sebuah nomor yang ia tau tak jika panggilannya tak akan pernah dijawab. Nomor tersebut tak pernah aktif. Dadanya terasa sesak.

"Nomor yang Anda tuju ..." Aquinsha segera berhenti. Meletakkan ponselnya di tepi westafel. Menatap pantulan dirinya di cermin.

Karena Daddy melarangnya ke mana-mana, ia pun tak ingin keluar dari kamar dan mogok bicara sebagai bentuk perlawanan. Membuat asisten rumah tangga mengantar makanan untuknya.

Aquinsha menunduk, kedua tangannya yang memegang tepi westafel mengerat, bergetar pelan. Suara isak tangis terdengar. Setetes demi setetes air matanya jatuh.

Apa salahnya mencintai Radi?

Kenapa Daddy egois sekali?

Kenapa Daddy tak memikirkan kebahagiaannya?

Aquinsha bahagia bersama Radi. Mereka saling mencintai. Aquinsha tak peduli siapa Radi, Aquinsha sama sekali tak mempermasalahkan asal usul Radi yang tak jelas.

Daddy saja yang menentang orang tuanya karena menikahi Mommy. Lalu kenapa Daddy kini melakukan hal yang sama? Apakah Daddy tak memikirkan perasaannya? Apakah Daddy tak ingin membuatnya bahagia.

"Nona?"

Aquinsha menegakkan kepala. Segera menyeka air matanya. Melihat lagi dirinya di pantulan cermin. Wajah kuyuh, rambut kusut, bahkan ia belum mandi. Membasuh wajahnya, kemudian keluar dari kamar mandi. Menemukan dua asisten rumah tangga yang masuk membawa makan siang.

"Nona tidak sarapan?" tanya salah satu di antara mereka. Aquinsha hanya mengendikkan bahunya tak acuh. Wanita itu pun segera membereskan sarapan yang sama sekali tak Aquinsha sentuh. "Nona butuh sesuatu yang lain."

Aquinsha menggeleng. Segera dua asisten rumah tangga itu pamit keluar. Aquinsha menatap menu makan siang. Mengerang pelan karena sepertinya Mommy tau jika ia tak akan menyentuh makanan untuk aksi perlawanan. Makanya Mommy menyuruh koki masak makanan favoritnya.

Saat menikmati makan siangnya, Aquinsha tersedak karena ada ketukan pintu. Segera ia berhenti makan. Meneguk air. Kemudian memasang gestur seolah-olah tak menikmati makanan tersebut, tentunya langsung berhenti makan.

Ia menyahut, menyuruh seseorang itu masuk. Pintu terbuka, ia tetap cuek seraya beranjak menuju ke arah ranjang. Tatapannya nanar menatap makanan yang baru ia cicipi sedikit membuat perutnya meronta minta diisi lagi.

"Nona."

Aquinsha menatap malas Bora yang menyengir. Ia pikir Mommy. Ia pun kembali duduk di sofa kemudian menyantap makanan di hadapannya.

Merasa ditatap Bora, ia membalas tatapan wanita itu. "Kenapa? Mau makan juga?" ujarnya ketus.

Bora menggeleng. "Tadi sudah makan bareng Tante."

"Oh," ujar Aquinsha cuek, meski di dalam hatinya bertanya-tanya, apakah ada Daddy juga?

Seperti biasa, jika Bora datang, maka urusan wanita itu tak jauh dari pekerjaan. Dan tentunya wanita itu juga melaporkan sebuah hal yang Aquinsha suruh.

"Shaki juga gak tau ke mana Bang Radi."

Aquinsha berhenti mengunyah, menatap lurus Bora yang seketika meringis.

Harta, Tahta, CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang