29

2.5K 56 1
                                    

Harga penulis berupa vote serta comment.

Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis. Jangan plagiat. Karena jika kamu memplagiat cerita ini, kamu akan mendapatkan hukuman.♥♥♥

29. Masalah



"Bibir ini cuma milik gue!" tekan Badai mencengkram dagu Quinnsha. "Cuma gue yang bisa nyentuh gak ada yang boleh mencicipinya!" lanjutnya mendorong tubuh sang istri dengan dirinya menindih.

"Mas?" lirih Quinnsha menatap gerak-gerik Badai yang membuka hijabnya.

"Hmm?" deham Badai memiringkan kepalanya menatap sang istri. "Boleh?" tanyanya mengelus rambut, pipi, bibir serta dagu Quinnsha.

"M–mas" resah Quinnsha menahan tangan Badai yang akan membuka kancing bajunya.

"Gak boleh?" tanya Badai lagi dengan suara serak serta beratnya.

"Gak, maksudnya bukan" balas Quinnsha meralat sembari menggelengkan kepala.

"Gak boleh?" tanya Badai menggenggam kedua tangan Quinnsha lalu ia bawa ke atas kepala sang istri. "Gak boleh hah?!" bentaknya.

"Dia Lo bolehin buat nyentuh Lo, sedangkan gue suami Lo gak boleh gitu, HAH?!!!" hardik Badai semakin kuat mencengkram pergelangan tangan Quinnsha.

"Gak Mas, b–bukan gitu, Mas ampun s–sakit" rintih Quinnsha merasa pergelangan tangannya perih. "Sakit" lirihnya menangis terisak.

Dengan wajah memerah, Badai melepaskan cengkraman tangannya di pergelangan Quinnsha. Badai menggebrak meja nakas, lalu membuang semua barang yang ada di sana tak lupa juga kotak p3k. "ARGHH!!!" teriaknya memukul-mukul kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut.

"Ke luar Lo bangsat!" usir Badai membentak.

"T–tapi Mas?" sanggah Quinnsha menatap sang suami dengan tangan saling tertaut.

"Ke luar!!!" bentak Badai menunjuk pintu luar.

"I--iya" lirih Quinnsha menunduk, lalu ke luar kamar. Ia terduduk di lantai depan pintu kamar setelah ia ke luar. Quinnsha memeluk lututnya dengan menangis histeris. "Maaf, m–maaf" gumamnya mencengkram perutnya yang nyeri.

"Argh!!!" teriakkan demi teriakkan terus terdengar dari kamar tempat Badai berada, Quinnsha dapat mendengarnya suara pecahan kaca dari dalam kamar membuat ia semakin histeris. "Mas!" panggilnya mengetuk pintu kamar. "Mas Badai buka!" teriaknya menggebrak pintu.

"Jangan sakiti diri kamu, Mas" lirih Quinnsha menghapus air matanya, dengan terburu-buru ia mencari handphonenya dan menelpon seseorang yang mungkin bisa membuat emosi Badai meredam. "H–halo Pah" ucapnya terbata saat sambungan teleponnya tersambung dengan Papa mertuanya.

"T–tolong Mas B–badai" lirih Quinnsha.










★★★★★

"Dokter gimana keadaan anak saya?"

"Suami saya gimana Dok?" tanya beruntun Papa Aby beserta Quinnsha saat dokter ke luar dari ruang tindakan.

Saat Papa Aby datang ke rumah Badai dan Quinnsha, ia langsung mendobrak pintu kamar dan menemukan sang anak sudah tak sadarkan diri dengan luka dimana-mana. Tak lupa juga darah yang menggenang di beberapa titik, dengan paniknya, pria hampir berkepala lima itu langsung membawa Badai ke rumah sakit agar cepat ditangani oleh dokter.

01. My Husband Is a Student [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang